Tak Diam Kuasa Hukum Laporkan Aduan ke Disnaker Kabupaten Banjar

Tak Diam Kuasa Hukum Laporkan Aduan ke Disnaker Kabupaten Banjar

BANJAR, – Kuasa hukum terlapor (SY) mendatangi Dinas Ketenagamerjaan (Disnaker) Kabupaten Banjar melakukan pengaduan kedua kalinya sesuai amanat UU No. 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian PHI dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 yang sebelumnya sudah sampai tahap Provinsi, terkait pihak pengusaha yaitu PT. W yang tidak memberikan hak Pekerja sebagaimana yang tertuang didalam Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021.

Bacaan Lainnya

Hal itu disampaikan, kuasa hukum pelapor, Adv Lukman Hidayatullah, SH, CMT, C. PS saat diwawancarai awak media, Senin (27/5/2024).

Dalam hal ini terjadi pemutusan Hubungan Kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pergantian hak yang seharusnya diterima pekerja.

“Terlebih lagi pekerja atas nama SY yang sudah memberikan waktu dan tenaga bekerja selama 8 tahun kepada perusahaan tersebut, tapi apa yang menjadi balasan perusahaan kami rasa tidak memberikan rasa kemanusiaan dan rasa keadilan,” jelasnya.

Adapun dari dalil perusahaan tidak mengeluarkan pesangon dengan alasan bahwa pekerja atas nama SY mangkir kerja dan diberikan surat panggilan 2x dan akhirnya di-PHK, yaitu sesuai pasal 51 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 memang tidak ada pesangon.

“Kalau kita melihat kronologinya, tidak bisa dijadikan dasar dalam PHK pekerja ini, oleh karena itu kami menduga dalam PHK tersebut adanya motif QUIET FIRING yaitu tindakan perusahaan yang menggunakan berbagai cara untuk tidak jujur untuk memaksa karyawan risegn atau mengundurkan diri untuk tanpa memberikan kompensasi pada saat PHK, ” terangnya.

Ia menyebutkan, dikarenakan pekerja bukannya mangkir kerja, akan tetapi pihak perusahaan dengan tanpa ada kesepakatan, langsung diberikan surat mutasi kerja keluar daerah dan bahkan diturunkan jabatan yang sebelumnya sebagai Trainer menjadi sales, sehingga pihak kami dari pekerja menganggap pihak perusahaan menciderai apa yang sudah disepakati di dalam Surat Keputusan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ( PKWTT) atau perjanjian kerja pegawai tetap yang sudah di tandatangani.

“Seharusnya pihak perusahaan tidak langsung melakukan mutasi tersebut akan tetapi meminta pendapat dulu dari pihak karyawan, dikarenakan pihak pekerja sebelumnya sudah menolak mutasi dan telah menyampaikan kepada atasan, memilih untuk di-PHK saja agar kiranya mendapatkan hak uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pergantian hak akan tetapi tidak di respon,” kata Lukman.

Ia menyebutkan, setelah keluarnya surat mutasi kerja, dan pekerja diturunkan jabatan dari trainer ke sales dan ditempatkan ke area Rantau yang sebelumnya bertugas di area Pelaihari, pada tanggal masuk kerja yaitu tanggal 08 Februari 2024, sehingga kami pada tanggal 09 Februari 2024 mengirimkan surat Somasi dan permintaan untuk permohonan di PHK saja agar kiranya Pekerja mendapatkan Hak-Hak nya selama dia bekerja 8 tahun.

“Sbagaimana dalam Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 Pasal 48 yang berbunyi sebagai berikut pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 36 huruf g maka Pekerja/Buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

Akan tetapi permohonan tersebut tidak ditanggapi dan malah pihak perusahaan memberikan surat panggilan ke 1 , ke 2 dan terakhir surat PHK agar kiranya mereka memenuhi sesuai pasal 51 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang adanya mangkir kerja yaitu PHK tanpa pesangon, tanpa memberikan pertimbangan kepada hak Karyawan.

“Dugaan kami bahwa dengan kebijakan mutasi pemindahan tempat kerja keluar kota serta penurunan jabatan tersebut, adalah dugaan motif agar karyawan mau mengundurkan diri secara cuma-cuma, sehingga hak-hak yang seharusnya didapatkan tidak diberikan, dikarenakan dalam aturan ketenagakerjaan kita Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021, pasal 50 itu apabila karyawan mengundurkan diri itu tidak dapat pesangon, cuman dapat uang penggantian hak dan uang pisah saja, ” terangnya.

Apabila misal karyawan masih tidak mengundurkan diri pihak perusahaan bisa jadi membuatkan panggilan kerja sampe 2x , sehingga dijadikan dasar PHK dan itu juga tidak dapat pesangon sesuai pasal pasal 51 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021, cuman dapat uang penggantian hak dan uang pisah saja, beda kalau kita yang mengajukan permohonan PHK.
pasal 51 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang adanya mangkir kerja tidak bisa dijadikan dasar perusahaan tersebut untuk tidak mengeluarkan Hak Pesangon, dan Hak uang penghargaan.

“Dalam kronologi sudah jelas terlihat adanya dugaan motif sewenang-wenang dilakukan perusahaan untuk sengaja memberikan tugas yang tidak bisa dijalankan karyawan, beda hal nya pasal 51 tentang mangkir kerja tersebut dipergunakan kepada pekerja yang memang misal sudah bekerja sesuai kesepakatan kerja, rutinitas kerja sudah jelas dan tiba- tiba sengaja mangkir kerja dan tidak ada kabar sama sekali, ” ucapnya.

Pekerja ini tidak menerima mutasi dan mempunyai hak untuk permohonan PHK saja, akan tetapi malah tidak direspon.

Pekerja ini sudah selayaknya diberikan hak-hak nya apalagi tergolong karyawan yang tidak pernah cacat atau berbuat pelanggaran selama bekerja, dan punya kinerja yang baik selama 8 tahun, dan tentu seharusnya pihak perusahaan melihat dari sisi sosial, kemanusian, dan keadilan pekerja juga mempunyai tanggungan keluarga yaitu istri dan anak, patut nya hak tersebut sebagai pemenuhan kebutuhan setelah di-PHK.

Pada saat mediasi atau tripartit yang sebelumnya yang sudah sampai di disnakertrans Provinsi Kalsel (22 april 2024), perusahaan selalu tidak menghadirkan atasan yang bisa mengambil keputusan hanya mengirimkan HRD yang tidak bisa mengambil keputusan sehingga menghambat tercapainya mufakat.

“Kami berterimakasih kepada disnakertrans Provinsi Kalsel, serta disnakertrans Kab. Banjar yang saat pengaduan pertama menerima kita dengan baik meski saat mengundang perusahaan untuk tripartit pihak perusahaan tidak hadir,” jelasnya.

Ia berharap agar kiranya pengaduan kedua kalinya ini pihak perusahaan diberikan ketegasan terkait permasalahan pekerja tersebut agar tidak menyepelekannya dan mempermainkan karyawan, dan meminta atasan yang bisa mengambil keputusan yang hadir agar tidak ada lagi alasan perusahaan untuk menunda tripartit ditingkat dinas, sebagaimana tugas dinas sebagai pengawas.

Pada saat mediasi tingkat provinsi pun pihak perusahaan meminta mencabut pencatatan pengaduan kami dengan dalil ada merevisi risalah permintaan mereka, sehingga kami ber itikad baik dengan disnakertras Provinsi memberikan kesempatan bipartit ulang, tetapi setelah dicabut dan bipartit ulang pekerja dengan perusahaan malah sama saja dengan risalah sebelumnya.

Sehingga kami pihak pekerja merasa dipermainkan oleh perusahaan tersebut, kami harap Disnakertrans sebagai pengawas ketenagakerjaan didaerah bisa membantu hak-hak karyawan yang ada didaerahnya, sebagai pelajaran perbaikan bersama untuk kedepan agar pekerja mendapatkan hak nya.

Sementara itu, perwakilan Disnaker Banjar menyampaikan, pihaknya menerima aduan dari masyarakat.

“Nanti kita masukan dulu, dan kedua belah pihak bakal kita adakan mediasi, ” tambahnya.

Hingga berita ini diturunkan, media ini bakal konfirmasi ke pihal terkait. (Timbjb/Nanang)

Pos terkait