Lampung Timur || Media Humas Polri.Com
Hadirnya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan pisang dengan nama PT. Everest Timber Indonesia di Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur disinyalir sudah beroperasi tanpa izin bahkan belum terdaftar di Pemda setempat dan Ditjen Balai Besar Provinsi Lampung pada Rabu, 16 Agustus 2023.
Diketahui perusahan tersebut sudah beroperasi sejak Maret 2023 sementara izin lingkungan saja baru terbit Juni 2023 apalagi izin – izin yang lain diduga kuat belum dimiliki perusahaan tersebut. Ironisnya lagi, meskipun belum dilengkapi legalitasnya demi kepentingan perusahaannya diduga kuat oknum yang bertanggung jawab di perusahaan sudah berani memberi perintah kepada karyawannya untuk melakukan aktivitas, bahkan melakukan perusakan sumber daya air tanpa izin dari pejabat yang berkompeten dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji, Provinsi Lampung dengan cara merusak bantaran sungai guna penampungan air yang akan digunakan untuk kepentingan perusahaan.
Pada Senin, 14 Agustus 2023 pejabat ahli dari Direktorat jendral sumber daya air, DR. Ir. Rusdi Efendi mendampingi Nurfajri, SP. I dan bersama rombongan yang terdiri dari Sudit IV Tipidter Polda Lampung menyambangi PT. Everest Timber Indonesia guna menanyakan legalitas perusahaan milik Warga Negara Asing (WNA) yang diduga kuat belum memiliki kelengkapan izin sesuai peraturan perundang – undangannya, “Bang kami bersama tim memeriksa dokumen – dokumen yang sudah dimiliki perusahaan, dan sekaligus mengkroscek perusakan bantaran sungai,” tegasnya (16/08).
Saat konfirmasi Ketua LSM Barak NKRI Provinsi Lampung Joko priyono menekankan harus ada tindakan tegas dari pihak – pihak penegak hukum jangan terkesan adanya pembiaran.
“Saya menekankan harus ada tindakan tegas dari pihak APH kepada PT. Everest Timber Indonesia karena perkebunan itu sudah ada tindakan pengrusakan nya, apalagi sudah kita saksikan bersama – sama saat dipertanyakan mengenai izinnya jelas beroperasi sejak Maret izin lingkungannya saja terbit Juni. Apalagi dengan sangat jelas perizinan ke Balai Besar dalam proses, artinya belum jadi seharusnya sebelum lengkap perizinannya jangan dulu beroperasi apalagi sampai melakukan perusakan bantaran sungai,” ucap Joko.
Sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2019 pada pasal 70 dan 71.
“Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya
kondisi tata – air daerah aliran sungai, kerusakan sumber air dan
prasarananya dan atau pencemaran
air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a huruf b, dan huruf d atau melakukan kegiatan yang mengakibatkan terjadinya daya
rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000. 000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
“Dalam tindakan penegakan hukum jangan ada tebang pilih dong. Jangan – jangan dugaan saya benar memang ada orang kuat dan pejabat yang mem – back up sehingga untuk penindakan tidak berani dilakukan,” keluh Joko Priyono.
“Kalaupun Pemda Lamtim mengharapkan peningkatan PAD nya dari para investor asing itu memang benar tentunya harus ikut aturan perundang – undangan yang berlaku di NKRI ini. Jangan mengabaikan Undang – undang yang berlaku di Republik ini. Maka, kami juga menekankan adanya tindakan dari Balai Besar (SDA) Provinsi Lampung selaku penanggung jawab penindak jika ada pengerusakan terkait bantaran sungai dan sumber daya air. Jangan terkesan pembiaran dan mengorbankan tatanan wilayah Kabupaten Lampung Timur.” (Tim.Mhp)