Media Humas Polri//Indramayu
Seorang warga Desa Jumbleng, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, mengeluhkan adanya biaya kesehatan sebesar Rp 75 ribu yang harus dibayarkan saat mendaftar menjadi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Warga tersebut merasa dirugikan karena, meskipun biaya ini diklaim untuk pemeriksaan kesehatan, ternyata tidak ada pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh tim medis.
Warga yang identitasnya dirahasiakan ini menceritakan bahwa saat mendaftar sebagai petugas KPPS, ia diwajibkan membayar Rp 75 ribu.
Biaya tersebut disebut-sebut untuk pemeriksaan kesehatan, yang merupakan salah satu syarat utama bagi calon anggota KPPS.
“Setelah kami bayar, kami tidak mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang layak, bahkan tidak ada tim medis yang hadir untuk melakukan pengecekan,” ujar warga tersebut.
Warga mengaku bingung dan mempertanyakan tujuan dari biaya yang dibayarkan. Menurutnya, jika memang pemeriksaan kesehatan diwajibkan, seharusnya ada kejelasan prosedur dan pemeriksaan dilakukan secara profesional oleh petugas kesehatan yang resmi.
Ia mengatakan bahwa dirinya waktu itu mendaftar Anggota KPPS dengan mendatangi langsung ke kantor Desa Jumbleng dengan di dampingi tetangga rumahnya yang juga ikut mendaftar namun di mintai untuk tes kesehatan dengan biaya 75 ribu itu uangnya di serahkan ke inisial W , bakan bukan saya saja waktu itu menyerahkan uang buat kesehatan ada 2 orang lagi jadi 3 orang .ungkapnya.
Tapi di situ 3 orang tidak di periksa cuma menyerahkan uangnya saja ia menerangkan di pemilu kemarin daftarnya paling akhir ada pemeriksaan di panggil dan bayar 50 ribu tetapi sekarang bayar 75 ribu tidak ada pemeriksaan
Sementara itu Edi selaku Kadiv Sosdiklih, SDM dan Parmas , PPK Losarang. Mengatakan Kalau PPK terus terang saja berdasarkan pemberkasan itu berdasarkan fakta yang ada. Faktanya semua PPS melalui PPS ya pendaftaran PPS ini nih berdasarkan pemberkasan.
Lanjut Edi, seperti fotokopi KTP, fotokopi ijasa dan lain-lain ya termasuk SKD. Kalau SKD-nya buktinya, otentiknya ada, yaudah tidak bisa berubah tak apa-apa. Papar Edi.
“Karena ada, buktinya ada pemberkasannya, kalau PPK itu akan menegur ataupun akan mendiskualisi kepada pendaftar KPPS , kalau yang tidak memenuhi syarat. Seperti dibawa umur, tidak membuat SKD.
Edi Menerangkan karena PPK tidak ada kapasitas ataupun wewenang untuk memverifikasi.Ada yang terus terang saja SKD itu ada yang dari puskesmas, ada yang dari rumah sakit, ada yang dari klinik.
Terus terang tidak memverifikasi langsung ke kliniknya atau puskesmasnya tidak. Yang penting secara kasat mata itu bukan sekenan dan asli yaudah kami tidak ada permasalahan begitu.
Jadi PPK itu ya tadi bang tidak ada kapasitas untuk membolehkan atau tidak. Yang penting PPK mah tertib administrasi. Tertib administrasi, pemberkasan dari awal, ABCDF sampai sekian pemberkasan.
Setelah itu tahapannya, setelah pemberkasan kan ada upload di siakba. Jadi intinya kalau ada permasalahan di luar dengan terkait ini,
kalau PPK tidak ada wawenang bahwa ini mendiskualisi atau tidak sah, tidak ada wawenang, yang penting di dalam kasat mata, pemberkasannya betul. Jelas Edi
Edi menambahkan terus terang saja kalau dari PPK rekrutmen sistemnya jelas terbuka dan bisa di profesional dan berintegritas, kalau PPK itu rekrutmen itu secara garis besarnya sudah diatur koridornya.
Misalnya begini usia di atas 17 terus ada berKTP domisili di tempat berijasa terus juga ada SAD terus juga bebas dari partai politik. Tegas Edi
Kembali lagi itu ranahnya ada di PPS, mangga penilainya bagaimana kalau PPK hanya memverifikasi, fungsi PPK hanya memverifikasi, betul tidak si A ini persaratannya lengkap tidak, SKD-nya masuk tidak, benar tidak, apa yang dikatakan tadi, apa SKD bermasalah lah istilahnya.
Ya kami tidak berhak menilai bahwa SKD-nya ini bermasalah, yang terpenting ini kan sudah diverifikasi, sudah dilihat secara fakta.(Heryanto).