Mediahumaspolri.com // kepulauanriau
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyebut Indonesia tengah berada di fase rentan dan darurat penempatan pekerja migran ilegal. Menurutnya, ada oknum yang menjadi beking pemberangkatan pekerja migran ilegal.
Bahkan Kepala BP2MI Beny Rhamdani mengatakan pernah ditawari uang 1 Juta rupiah perorang yang penting jangan ribut, “jangan ngurusin masalah ilegal. Pokoknya dari satu PMI ilegal Kepala Badan ada bagiannya, 1 juta itu. Terang-terangan ini,” ungkapnya.
“Jadi kalau seribu (orang) satu bulan, ya 12 ribu dalam satu tahun. Berarti Kepala Badan punya Rp 12 miliar tabungan dalam setiap tahunnya. Keren ya, sehingga kalau memimpin 3 tahun berarti udah Rp 36 miliar, bisa jadi modal untuk Pemilu calon kepala daerah,” terangnya.
Menanggapi Pernyataan Beny tersebut, Amri Piliang selaku Wasekjend 1 Komnas LP-KPK Mempertanyakan Komitmenya dalam memberantas Sindikat Mafia Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) disaat mengetahui yang ingin menyuap atau memberikan Gratifikasi kepadanya Kok malah dibiarkan? barang siapa mengetahui kejahatan tidak melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum, maka dapat dipidanakan. Apalagi Beny seorang Pejabat Tinggi Negara, tau dia Siapa pemainnya, tau dia Siapa yg memberikan Gratifikasi, tetapi tidak di tangkap, malah isu yang kami terima justru salah satu Gembong Pelaku TPPO terbesar yang pernah disebut Beny dalam Konferensi Persnya yaitu PT. Putra Timur Mandiri Berinisial (I) memiliki ipar yang juga sebagai salah satu Direksi PT. Zisra Dwi Jaya berinisial (R) dijadikan Staff Khususnya Beny Rhamdani yang hingga kini tidak pernah disebut-sebut lagi sebagai Pelaku TPPO, Hal ini tentunya menjadi pertanyaan besar Dugaan masuknya Jaringan Sindikat kedalam institusi Negara.
Pernyataan Beny yang mengatakan Indonesia dalam fase Darurat Penempatan Ilegal ini adalah bukti bahwa Beny Rhamdani tidak mampu memimpin BP2MI karena Penempatan Non Prosedural semakin marak di era kepemimpinannya ujar Amri.
Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) memberikan saran agar BP2MI segera Revisi Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 yang menetapkan 14 item komponen biaya Penempatan yang harus di tanggung oleh Pemberi Kerja untuk 10 jenis jabatan, menjadi 5 item saja dan berlaku untuk seluruh sektor jabatan, karena Peraturan Badan tersebut tidak dapat berjalan di berbagai negara penempatan, dan menimbulkan terjadinya Praktik Penjeratan Hutang oleh Para Sindikat Mafia Ijon Rente dengan berpura-pura PMI Bayar Lunas Biaya Penempatan kepada P3MI dan menandatangani Surat Pernyataan Biaya dan Gaji (SPBG) sebagai bukti Penjeratan Hutang dengan menyalahgunakan kewenangannya membuat surat keputusan kepala BP2MI No.328 Tahun 2022 yang kemudian cepat-cepat di ganti dengan Kepka No.50 tahun 2023 setelah di gugat oleh LBH LP-KPK ke PTUN Jakarta Timur karena diduga telah memperkaya sindikat mafia ijon rente yang berkedok koperasi Simpan Pinjam yang didanai oleh Finance Hongkong dan Taiwan serta merugikan negara yang terus memberikan subsidi bunga KUR/KTA PMI yang dinikmati oleh para bandar sindikat mafia ijin rente, ujar Amri menjelaskan.
Penjeratan Hutang ini merupakan salah satu unsur Bagian dari TPPO, sehingga Kepala BP2MI dapat dilaporkan dan dijerat dengan Pasal 8 UU No.21 Tahun 2017 tentang TPPO.
Hal ini tentunya perlu menjadi Perhatian Khusus Bapak Presiden Ir. Jokowidodo yang pernah memasukan kedalam agenda Pembahasan TPPO dalam KTT ASEAN, dan Menkopolhukam Mahfud MD yang pernah menyatakan Perang Semesta melawan Sindikat Mafia TPPO saat di Batam, namun Kepala BP2MI justru menerbitkan Kepka yang menimbulkan terjadinya Penjeratan Hutang yang bertentangan dengan Undang-undang No.18 Tahun 2017 Pasal 30, pungkas Amri. (Ariyantosuwardi)