Deklarasi Anti Korupsi KPK Bersama Komunitas Bojonegoro
Media Humas Polri|| Bojonegoro
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama masyarakat Bojonegoro yang terdiri atas organisasi masyarakat sipil, akademisi, pelajar dan jurnalis, menggelar deklarasi anti korupsi di Pendopo Malowopati, Sabtu (8/6/2024).
Dalam deklarasinya, mereka bersama sama menyatakan, menjunjung tinggi budaya anti korupsi, mendorong terwujudnya pemerintahan yang berintegritas, adil, transparan, akuntabel dan demokratis.
Mengamalkan sikap anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari, proaktif berperan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta bertekad mewujudkan Kabupaten Bojonegoro yang bersih dari korupsi dan Indonesia yang berintegritas.
Sebelumnya, Kepala Satuan Tugas LSP KPK M. Rofie Hariyanto mengawali diskusi mengucapkan, suatu kehormatan bagi semua dari KPK bisa bertemu tatap muka dan ngobrol santai, diskusi dengan para pejuang peradaban, komunitas pejuang anti korupsi, tentang suatu gejala yang amat sangat luar biasa di negeri ini, musuh peradapan, penyakit kemanusiaan yaitu yang namanya Korupsi.
“Selamat datang para pejuang anti korupsi, pejuang peradaban, penapak jalur kenabian, kenapa saya katakan demikian. Ketika kita bicara tentang bagaimana bersama-sama membangun peradaban dan bicara tentang pembangunan peradaban, itu adalah jalur kenabian,” jelasnya.
Ia menjelaskan, sebelum memberantas korupsi, harus tahu apa itu korupsi dan yang terpenting adalah bagaimana bersama sama memberantasnya.
“Kenapa korupsi dikatakan kejahatan yang sangat luar biasa, karena efek domino yang diakibatkannya, dan korupsi adalah fasilitator kejahatan lainnya,” ungkapnya.
Rofie juga memaparkan, dari perhitungan akademik seorang Profesor UGM atas kasus korupsi yang terjadi di tahun 2001 sampai 2015, bahwa kerugian negara adalah 203,9 triliun rupiah, dinikmati oleh 3000 koruptor, kalau di bagi rata – rata setiap koruptor menikmati 68 miliar rupiah.
Seandainya dari 203,9 triliun itu di analogikan, bisa membangun 117.000 sekolah baru, kalau di konversikan semisal untuk pembangunan di Bojonegoro, setara untuk pembangunan Bojonegoro selama 25 tahun kedepan. Atau uang itu untuk membeli mobil siaga desa, akan dapat sejumlah 815.600 unit.
“Kalau digunakan untuk membeli sego pecel gemoy maliogoro yang harganya Rp10. 000 perporsi, bisa dapat 20 miliar porsi. Penduduk dunia ada 8 miliar, artinya uang ini bisa memberi makan sego pecel gemoy maliogoro kepada 3 kali penduduk dunia. Itu untuk menggambarkan, betapa kerugian negara sangat luar biasa akibat korupsi, ini baru kasus 2001 sampai 2015, belum kasus setelahnya,” jelas Rofie Hariyanto.
Sementara, Koordinator Fitra Jawa Timur Dakelan berharap, agar Pemda Bojonegoro bisa memfasilitasi kegiatan diskusi anti korupsi dengan komunitas walaupun tanpa KPK sebulan sekali, untuk mendiskusikan kira -kira apa saja yang perlu diperbaiki dan perlu ditingkatkan.
“Kita bisa memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, karena itu bagian dari check and balancing sistem di dalam menjalankan pemerintahan dan sekaligus bentuk partisipasi masyarakat,” ungkapnya.
Oleh karena itu lanjutnya, penting bagi semua untuk memastikan bahwa pengelolaan sumber daya yang cukup besar yang dimiliki oleh Kabupaten Bojonegoro dikelola dengan baik, sehingga bisa membawa berkah untuk kesejahteraan masyarakat.
“APBD 8,7 triliun itu sesuatu yang cukup besar, sehingga bisa berdampak cukup signifikan kepada kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu perlu komitmen bersama, perlu kepemimpinan yang kuat di dalam mendorong pemerintahan yang bebas korupsi,” katanya. (Gz)