Diduga Desa Pujo Rahayu Kecamatan Negri Katon Terindikasi KKN ( Korupsi Kolusi Nepotisme )
Media Humas Polri Pesawaran . Berdasarkan Beberapa Narasumber di masyarakat bahwa semua Pejabat kepengurusan Desa PujoRahayu semua masih ada hubungan Keluarga Dengan Kepala desa Pujorahayu 10/12/21
Awak media mencoba menanyakan langsung dengan masyarakat yang tidak mau di sebutkan namanya ” Ketua BUMDES Pujorahayu masih Kakak kandung kepala desa mas ” Mas Edi Sutarto ungkap salah satu masyarakat Pujorahayu.
Ada lagi yang lebih menarik mas ketua P3AI di Pujo Rahayu masih ponakan nya anak nya ketua BUMDES. Tegas nya lagi.
Saya ini masyarakat mas sudah jenuh dengan kepemimpinan kades sekarang pembangunan di kampung ini gak sesuai harapan salah satunya pengerasan jalan bukan di cor malah memakai paving kadang kalau hujan banyak yang jatoh ungkap salah satu warga.
Dari beberapa realisasi dana desa tahun 2019 banyak yang fiktif itu sangat wajar kami menemukan kejanggalan kebanyakan pengurus di dalam desa masih ada kaitan keluarga dengan kepala desa.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah dijelaskan mengenai pengertian KKN.
Dikutip dari situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, berikut ini pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN):
Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama melawan hukum antar-penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain,
masyarakat dan atau negara.
Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Untuk melakukan pencegahan terhadap praktik KKN, pemerintah Indonesia mengeluarkan landasan hukum yaitu Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
UU No. 28 Tahun 1999 tersebut disahkan di Jakarta pada 19 Mei 1999 oleh Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie).
Dalam pasal 5 UU No. 28 Tahun 1999, penyelenggara negara dituntut menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab, secara efektif, efisien, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Praktik KKN tidak hanya mungkin dilakukan antar penyelenggara negara tetapi juga antara penyelenggaraan negara dan pihak lain seperti keluarga, para pengusaha dan lainnya.
Adanya UU No. 28 Tahun 1999 dimaksudkan sebagai upaya mencegah para penyelenggara negara dan pihak lain melakukan praktik KKN. Maka sasaran pokok UU tersebut adalah para penyelenggara negara, yang meliputi:
Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara
Pejabat negara pada lembaga tinggi negara
Menteri
Gubernur
Hakim di semua tingkatan peradilan
Pejabat negara yang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis terkait penyelenggaraan negara
Yang dimaksud dengan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktik KKN, antara lain:
Direksi, komisaris dan pejabat struktural lain pada BUMN dan BUMN
Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri
Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara RI
Jaksa
Penyidik
Panitera pengadilan
Pemimpin dan bendaharawan proyek
Dengan ini kami berharap kepada Bupati pesawaran agar lebih respek karna kami menilai antara kinerja inspektorat tidak sesuai dengan harapan penegakan hukum. ( Ajo )