Diduga Kinerja APH Dan Dinas DLH Kurang tegas Akan Kasus Tambang Galian C 

Diduga Kinerja APH Dan Dinas DLH Kurang tegas Akan Kasus Tambang Galian C

Media Humas Polri || Mojokerto

Bacaan Lainnya

Salah Satu Pertambangan Galian C Nekat Beroperasi Meski Di Duga tak memiliki izin lengkap, Aktifitas tambang Galian C pasir diduga ilegal tersebut berada di Wilayah Hukum Polres Mojokerto hingga saat ini belum juga ada tindakan tegas, serta penertiban dari APH selaku Aparat Penegak Hukum (APH) membuat semakin marak tak hiraukan keluhan warga setempat dan seolah Kepala Desa terdiam .

Pertambangan tersebut terletak di Desa Lakardowo Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto yang sangat meresahkan dan merugikan masyarakat setempat.

Miris sungguh sangat disayangkan oknum penambang galian C perusak lingkungan tidak menghiraukan peringatan kepala Desa Lakardowo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto.

Masyarakat RT 001 RW 001 Dusun Lakardowo saat dikonfirmasi awak Media adanya tambang pasir dilokasi sumber mata air. “Warga mengeluh dan khawatir, khususnya para petani penggarap sawah sangat resah…! dengan adanya Tambang pasir yang tidak memperdulikan dampak lingkungan terutama dibidang pertanian khususnya padi yang dalam 1 tahun bisa panen 3 kali memanfaatkan sumber air tersebut.Jumat 02/08/2024.

Menurut sejumlah informasi dari narasumber warga yang ditemui awak media sekitar lokasi pada (02/08/2024) yang enggan disebutkan namanya memberikan sejumlah informasi kepada awak media, tambang ilegal tersebut dimiliki oleh inisial Nor selaku orang kepercayaan dari pemilik usaha, sedangkan nama pemilik usaha tambang Galian C sebenarnya yang bernama inisial Sutrisno.

Warga sekitar yang berlokasi dekat tambang tersebut mengeluhkan banyaknya truck tambang bermuatan berat yang lalu lalang mengangkut hasil tambang melintasi jalan desa serta banyak debu yang berterbangan maupun suara bising yang di timbulkannya serta dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur jalan desa.

Karena sudah ada pembandingnya dulu disebelah timur masuk wilayah Kabupaten Mojokerto kecamatan jetis juga masih lingkup Desa Lakardowo diambil parasnya setelah paras habis dan diratakan lagi dengan tanah maka sekarang sumber air tersebut sudah tidak bisa keluar lagi dan macet yang “kami khwatirkan juga seperti itu, dan kami para pengarap sawah akan kesulitan air

Kami juga berharap kepada pemeritah bisa membantu memikirkan kaum petani dan wong cilik agar tidak mengizinkan PT. Flash untuk penambangan pasir di area sumber air tersebut. Karena sampai hari ini tidak adanya berkoordinasi dengan kami para pengarap sawah.

Sekali lagi kami warga masyarakat minta tolong kepada Pemeritahan Desa / Pemeritahan pusat untuk mendengarkan keluhan kami para petani kecil.

Supaya bisa mendukung program pemeritah, yang sedang giat – giatnya mendorong para petani supaya bercocok tanam untuk swasebada pangan, sehingga program pemerintah terkait ketahanan pangan terkendali dan bisa tercapai target stock bahan pokok pangan meningkat.

“tetapi kalau penambangan pasir tetap terus dilakukan oleh PT. FLASH dan diizikan pemerintah, “maka kami tetap optimis berjuang demi anak cucu kami biar tidak kekurangan pangan nantinya Tutur warga.

“Kata Sugeng ketua RT 001. Dusun Lakardowo saat dikonfirmasi dikediamannya terkait adanya penambangan pasir di sumber mata air

Dirinya tidak tahu dan tidak pernah dimintai izin dan berkordinasi di lingkungan kami, terkait hal tersebut. Ucap Ketua RT.001.

Lanjut warga masyarakat yang tidak mau disebut namanya, warga Desa Lakardowo saat dikonfirmasi Lembaga LPKPK dan awak Media Jumat 02/08/2024 dikediamannya mengatakan dirinya Juga merasa kecewa…

Dengan pihak PT. FLASH yang tidak berkordinasi dengan pihak Pemeritah Desa Lakardowo melalui perwakilan kepala dukuhan tidak ada pertemuan pembahasan terkait penambangan pasir, ditempat sumber air yang dibutuhkan masyarakat.

Apalagi warga masyarakat kecewa akan janji janji yang diberikan oleh oknum penambang galian terhadap kompensasi desa belum dibahas dan kompensasi yang dulu pernah dijanjikan belum dibayar.

Sebenarnya, “saya welcome terhadap investor, pengusaha siap saja yang mau masuk dan berkerjasama dengan Desa monggo (silakan) “tetapi kita lihat dulu SOP (standr operasiolan prosedur) dan plus minus yang berdampak kepada masyarakat disekitarnya,

Sedangkan tim pun mendapatkan informasi terkait tambang galian milik PT.FLASH mempunyai ijin yang menerangkan bahwa kroscek izin nya pasir tetapi yg di lapangan realita nya paras..

Berdasarkan aturan yang berlaku, perusahaan tambang tidak diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas publik seperti jalan masyarakat, perusahaan tambang harus memiliki jalan sendiri untuk aktivitas pertambangan.

Larangan aktifitas tambang ilegal sudah jelas diatur pada UU pasal 158 disebutkan, Bahwa Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menyatakan, Setiap orang yang melakukan Usaha Penambangan Tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (Sepuluh) Tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Di sektor Minerba, peraturan perundangan utama yang berlaku adalah UU (Undang – Undang) Minerba yaitu UU No. 4/2009, yang sudah diamandemen melalui penerbitan UU No. 3/2020. UU Minerba diterbitkan sebagai pengamanatan langsung Pasal 33 UUD 1945 pada sektor Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Hingga sampai berita ini naik, kita tim awak media dan Lembaga LP KPK masih mendalami dan akan melakukan konfirmasi ke Polres Mojokerto dan Dinas terkait sampai seberapa adanya dugaan penyalahgunaan wewenang Kepala Desa sehingga tidak ada tindakan terkait tambang ilegal tersebut.kami belum dapat klarifikasi dari pemilik tambang, dan kami akan terus berkoordinasi pada pihak pihak instansi terkait, instansi pemerintahan, (APH) Hususnya Polres Mojokerto sebagai pemangku wilayah keamanan, dan Polda Jawa Timur,

Agar dapat segera melakukan tindakan tegas terhadap para pengusaha pemilik galian C yang diduga Ilegal tersebut. Selain tidak masuk pendapatan daerah, belum lagi dampak terjadinya longsor dan lainnya, serta tidak terjadi timbulnya opini negatif di masyarakat. (Yudha/Tim) Bersambung…

Pos terkait