MEDIA HUMAS POLRI ||PELALAWAN
Putusan akhir dalam suatu sengketa yang diputuskan oleh hakim yang memeriksa dalam persidangan umumnya mengandung sangsi berupa hukuman terhadap pihak yang dikalahkan dalam suatu persidangan di pengadilan, Sanksi hukuman ini baik dalam Hukum Acara Perdata maupun Hukum Acara Pidana pelaksanaannya dapat dipaksakan kepada para pelanggar hak tanpa pandang bulu, hanya saja bedanya dalam Hukum Acara Perdata hukumannya berupa pemenuhan prestasi dan atau pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah dirugikan atau yang dimenangkan dalam persidangan pengadilan dalam suatu sengketa sedangkan dalam Hukum Acara Pidana umumnya hukumannya penjara dan atau denda.
Terhadap Putusan Hakim PN Jakarta Pusat tentang Gugatan Perdata oleh Partai Prima, dikategorikan melanggar Konstitusi Negara, karena Norma Konstitusi mengamanatkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali, dan kemudian terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh Partai Prima adalah terkait dengan UU Pemilu No 07/2017 yaitu tidak lolos verifikasi administrasi/faktual dalam proses seleksi menuju Partai Politik peserta pemilu, permasalahan yang diputus oleh peradilan Perdata Jakarta Pusat adalah menyangkut privat alias antara satu atau lebih penggugat dengan orang lain atau badan hukum yang digugat.
Mestinya Partai Prima masuk Gugatan nya di Bawaslu atau di Pengadilan TUN terkait dengan permasalahan Administrasi, bila terkait dengan sengketa hasil pemilu masuk permohonan di Mahkamah Konstitusi, bila terkait dengan Kode Etik penyelenggara pemilu melaporkan di DKPP, Jadi urusan Partai Prima tidak ada urusan secara Perdata, sebab argumen Partai Prima adalah bahwa ada Perbuatan Melawan Hukum oleh KPU, mestinya bila ada perbuatan melawan hukum oleh pejabat negara yang sifatnya Keputusan mestinya ranah Peradilan TUN bukan malah di Peradilan Negeri.
Yang dimohonkan oleh Partai Prima adalah ganti rugi materil dan inmateril dengan menunda pemilu, padahal dalam perkara perdata dampak hukumnya hanya bisa dirasakan oleh dua pihak yaitu penggugat dan tergugat bukan untuk umum, inilah yang membuat para ahli hukum, praktisi hukum dan pengamat hukum perlu menjelaskan secara baik kepada masyarakat atas putusan PN Jakarta Pusat tersebut agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum. (JZ MHP, Adv. Maruli Silaban, S.H)