Gara-Gara Rebutan Tanah Warisan, Perseteruan Sahudji Dan Anifah Kian Memanas.
Media Humas Polri – Cilacap
Sengketa tanah peninggalan H.Jumali, kini mencuat dan menjadi perhatian publik. Pasalnya Sahudji, adik kandung H.Jumali (alm), warga RT 02 RW 03 Desa Welahan Wetan, Kecamatan Adipala, Cilacap Jawa Tengah mewakili tiga saudaranya menuntut hak tanah warisannya.
Sebenarnya perjuangan Sahudji menuntut hak warisan tanah tersebut sudah lama dan berbagai cara pun sudah diupayakan, namun selalu gagal. Sebab, menurut pengakuan Sahudji, dirinya tidak mempunyai sedikitpun data pendukung atas hak tanah tersebut.
Bahkan, kata Sahudji, hanya surat Letter C saja atas tanah tersebut tidak punya. Sahudji mengaku, sudah 4 kali menanyakan ke pemerintahan Desa Jepara Kulon, namun pemerintah Desa Jepara Kulon selalu menolak, dengan dalih surat letter C yang dimaksud hilang.
“Letter C itu bukan data milik desa tapi merupakan data milik masyarakat, sehingga ketika masyarakat membutuhkan, tidak ada alasan apapun untuk tidak memberikannya. Namun ironisnya, meski sudah 4 kali menanyakan ke pemerintah Desa Jepara Kulon, tetapi saya tidak pernah memperoleh pelayanan sebagaimana yang diharapkan. Ada apa sebenarnya di balik ini semua ???!!!!,” ujar Sahudji saat dikonfirmasi dikediamannya belum lama ini.
Sahudji menjelaskan bahwa Letter C dan data mutasi tanah itu sangat dibutuhkan untuk mengetahui, sejak kapan tanah peninggalan (warisan) H. Jumali beralih ke Anifah. Lalu apa dasar peralihan haknya.
Lebih lanjut, Sahudji menerangkan keberadaan saudaranya yang berjumlah lima saudara.
“Kami lima bersaudara sekandung, tetapi bertempat tinggal berbeda-beda. H.Jumali (alm ) kakak tertua berdomisili di RT 11 RW 06 Jepara Kulon, Halimah (alm) di Sumatra, Umiyatun di RT 10 RW 06 Jepara Kulon, Al Watiyah di RT 11 RW 06 Jepara Kulon dan saya anak paling bontot,” kata Sahudji.
Dalam perkawinanya dengan Tarwiyah, selain tidak memiliki keturunan, H.Jumali mempunyai harta bawaan dari orang tua kami berupa sebidang sawah dan sebidang tanah darat yang ditempati semasa hidupnya.
Namun, kata Sahudji, setelah H.Jumali meninggal dunia (2004), seluruh harta peninggalanya dikuasai dan dimiliki oleh Anifah, anak angkat H. Jumali. Bahkan satu bidang sawah peninggalan H. Jumali sudah di jual oleh Anifah.
Tindakan Anifah menguasai seluruh harta peninggalan H.Jumali tidak bisa dibenarkan, mengingat tanah itu merupakan harta bawaan dari orang tua kami. Sehingga ketika H.Jumali meninggal, maka harta tersebut harus kembali menjadi harta waris keluarga (adik, kakak, ibu/bapak, paman, kakek dst).
Sebagai anak angkat, paling banyak Anifah mendapatkan 1/3 bagian.
“Makanya jika dalam perkara ini Anifah tetap bersikukuh dan tidak mau di mediasi, maka dalam rangka mencari keadilan, dengan terpaksa saya akan menempuh jalur hukum, dengan menggugatnya ke Peradilan,” tegas Sahudji.
Menanggapi hal tersebut ketika di konfirmasi di ruang kerjanya Sahid, Kepala Desa Jepara Kulon, yang didampingi Agus Salim (Sekdes) dan 2 orang kadus mengatakan kalau saat peralihan tanah tersebut belum menjabat sebagai Kepala Desa Jepara Kulon.
Kalau peralihan hak atas tanah tersebut adalah hibah, mestinya paling banyak 1/3 dari seluruh harta yang ditinggalkan.
“Namun saya tidak tahu persis, karena proses peralihan itu terjadi ketika saya belum menjabat. Karena saya efektif menjabat sebagai Kepala Desa Jepara Kulon sejak 2007,” kata Sahid.
Sementara Agus Salim, selaku Sekdes menerangkan bahwa pernah ada utusan Sahudji yang menggugat hak atas tanah tersebut.
“Sudah 4 kali Sahudji mendelegasikan pengacara, bermaksud menggugat tanah peninggalan H.Jumali, namun ketika kita jelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya, mereka kemudian mundur dengan sendirinya,” terangnya.
Sementara itu, menurut pengakuan Sahudji, ketika dipertanyakan dasar peralihan tanah peninggalan H.Jumali ke Anifah. Dengan jumawa di jawab oleh Sekdes atas dasar hibah.
Namun ketika ditanyakan petugas PPAT pembuat Akta Hibah tersebut, dia berkelit, tidak tahu.
Ketika di tanya, data apa yang di miliki desa atas tanah tersebut, mereka semua hanya menunjukan DHKP, yang tentunya jelas sangat tidak relevan dengan data yang di butuhkan.
Sehingga terasa betul, ada sesuatu yang secara sengaja dilakukan pemerintah Desa Jepara Kulon untuk menutupi agar data tanah tersebut, tidak bisa di lihat dan tidak dimiliki oleh yang berhak.
Sayangnya sampai berita ini diturunkan, Anifah belum bisa dikonfirmasi, karena saat ini dia mengikuti suaminya tinggal di Jogjakarta.
Pewarta : Suliyo
Editor : Mhn