KAMPAR // Mediahumaspolri.com
Tidak hanya Kepala Desa Sungai Sarik, Ninik Mamak Ulayat Koto Antakkanjadi Desa Sungai Sarik di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, melalui Kelompok Tani Satu Komando Keluarga bekerjasama dengan Badan Usaha (PT) untuk membangun perkebunan kelapa sawit didalam kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung.
Kelompok Tani Kejayaan Delapan Koto Setingkai di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar juga mengikat kesepakatan dengan PT tersebut untuk melaksanakan pembukaan lahan hingga penanaman tanaman kelapa sawit pola KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) dengan sistem bagi hasil 70% : 30%. Untuk masyarakat 30% dari total luas lahan dan sisanya 70% menjadi hak si pengelola, tentunya dapat juga diperjual belikan pula kepada pihak lain oleh badan usaha itu.
Dikatakan oleh Kepala KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Kampar Kiri, Budi Hidayat SP MM, Lahan 11000 Ha (Hektare) yang di mohonkan belum diketahui secara pasti letak lokasinya. Selain ada Perizinan Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan (± 5000 Ha), juga dapat menimbulkan tumpang tindih pada kawasan hutan konservasi.
“Awalnya saya belum tahu lahan 11000 Ha itu dimana. Data yang ada pada kami hanya luas 3000 Ha saja dan itu kawasan hutan produksi terbatas”, Kata Budi saat Tim awak media menyambangi kantornya yang berlamat di jalan Lintas Pekanbaru – Lipat Kain, (20/3/23).
Sebelumnya, Kelompok Tani Kejayaan Delapan Koto Setingkai meminta untuk dilakukan gorund check status lahan itu. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nomor 903/MENLHK/PLA.2/12/2016 Tanggal 7 Desember 2016 Tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau, bahwa areal yang di mohonkan oleh Kelompok Tani Kejayaan Delapan Koto Setingkai seluas 11.590 Ha, seluruhnya berada dalam kawasan HPT (Hutan Produksi Terbatas) Batang Lipai Siabu Blok IV.
“Setelah tim lakukan pemeriksaan lapangan dan pengambilan titik koordinat. Baru kami tahu areal itu terletak di dua kecamatan, lahan tersebut sangat jelas berada dalam hutan kawasan”, ujar Kepala KPH Kampar Kiri.
“Jika diajukan seluas itu (11000, red) tentu akan muncul masalah karena memasuki areal pencadangan badan usaha lain”, tambah Budi Hidayat.
Dijelaskan Budi, perubahan fungsi peruntukkan lahan hutan bukanlah sesuatu yang mudah untuk di proses, dalam hal ini tidak hanya kewenangan Menteri LHK namun juga harus ada persetujuan dari DPR RI. Siapa saja tidak dilarang mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan dan alih fungsi tetapi belum tentu bisa di kabulkan.
Dalam surat yang dikeluarkan KPH Kampar Kiri tentang konfirmasi status lahan tersebut, Pihak UPT KPH Kampar Kiri tidak bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukan oleh pemohon dan apabila melakukan pelanggaran akan diberikan sanksi sesuai peraturan per-Undang Undangan yang berlaku. (Tim)