Media Humas Polri || Bojonegoro
Soal cashback Mobil Siaga yang berasal dari dana BKKD Bojonegoro kembali ramai menjadi perbincangan masyarakat. Kabarnya beberapa oknum kades yang diduga menerima cashback atas pengadaan lelang mobil siaga dalam lelang mobil Suzuki APV GX dan Luxio dengan nilai yang bervariasi.
Menanggapi hal tersebut, Badut Tamam Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro mengaku pihaknya sedang menyelidiki dugaan penyimpangan dalam pengadaan mobil siaga desa. Indikasi yang tengah diselidiki mencakup proses penganggaran yang diduga tidak sesuai prosedur, serta rekayasa dalam pelaksanaan proyek ini.
“Fakta yang kami peroleh saat ini akan diperdalam selama proses penyelidikan. Selain itu, juga ada indikasi penggunaan cashback oleh pihak tertentu,” kata Badrut Tamam, Kamis (26/10/23).
Baca Juga Di Sidang Korupsi BKD Padangan Bojonegoro, Saksi Merasa Ditipu Timlak Kapolres Bojonegoro Pimpin Sertijab Kasat Reskrim dan Kasat Lintas Terangnya, sebanyak 384 desa telah menerima mobil siaga yang didanai BKKD tahun anggaran 2022. Pengadaan mobil dilakukan melalui lelang dengan pengawasan tim pelaksana yang dibentuk oleh pemerintah desa.
“Mobil yang dibeli adalah jenis APV GX dan Luxio dan proses pembelian dilakukan secara off the road,” terangnya.
Mobil Siaga Desa Lanjut Badrut Tamam, pembelian off the road berarti kendaraan dibeli tanpa dilengkapi surat-surat resmi. Pengurusannya harus dilakukan sendiri. Total, terdapat 384 unit mobil siaga yang dibeli dari anggaran tahun 2022. Harga yang ditetapkan untuk pembelian off the road sebenarnya sudah sesuai dengan faktur pembelian, dengan harga APV sekitar Rp.114 juta dari nilai kontrak Rp.242 juta.
“Ini berarti ada selisih sebesar Rp.128 juta yang digunakan untuk pengurusan surat-surat kendaraan tersebut. Adapun harga Luxio sekitar Rp.167 juta dari nilai kontrak Rp237 juta,” ungkapnya.
Pihaknya berharap mendapatkan dukungan semua pihak untuk mengembalikan uang tersebut kepada negara, jika terbukti bahwa itu bukan hak mereka. Sesuai dengan Undang-undang perbendaharaan negara, diskon, fee atau cashback adalah hak negara yang harus dikembalikan.
“Oleh karena itu, penegakan hukum pidana korupsi adalah upaya penyelamatan uang negara. Meski ada upaya pengembalian uang negara, itu tidak akan menghapuskan tindak pidana.
Namun, dalam proses penyelidikan, kami juga mempertimbangkan aspek-aspek esensial seperti asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan,” tegas pria ini. (Bang Jali)