Media Humas Polri // Maluku
“Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Irjen Pol Lotharia Latif, secara tegas meminta anggota DPRD Maluku Tengah yang tidak berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) penanganan konflik antara warga Hitu-Wakal, agar tidak omong besar mencari popularitas murahan.
Hal itu disampaikan menyusul adanya rencana melaporkan tindakan aparat kepolisian di desa Wakal kepada Komnas HAM dan Propam Polri oleh salah satu anggota DPRD Maluku Tengah (Malteng).
Rencana pelaporan tindakan kepolisian oleh anggota DPRD Malteng, bagi Kapolda Maluku merupakan hal yang biasa dan tidak menjadi masalah.
“Polda Maluku siap mempertanggungjawabkan dan menjelaskan kepada semua pihak yang memerlukan penjelasan, kalau perlu datang dan dialog dengan kita, jangan sudah tidak ada di TKP, hanya terima laporan sepihak, dan koar-koar di luar dan cari popularitas murahan,” tegas Kapolda Lotharia Latif, Kamis (2/3/2023).
Irjen Latif mempertanyakan peran yang bersangkutan sebagai anggota DPRD Malteng dalam mendamaikan daerahnya sendiri yang kerap terlibat konflik sesama saudara.
“Justru yang saya pertanyakan apa peranmu sebagai anggota DPRD selama ini. Daerahmu terus-terusan dilanda konflik, petugas keamanan terus diminta berjaga-jaga di sana, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun menjaga masyarakat yang memang karakternya suka berkelahi dan bertikai antara sesama saudaranya,” ungkap Irjen Latif.
Kapolda menyebut jangan hanya karena daerah yang bersangkutan berkonflik tiba-tiba ingin tampil seperti pahlawan kesiangan. Tampil omong besar terkait kinerja Polri, tanpa tahu fakta sebenarnya, bagaimana Standar Operasional Prosedural (SOP) dan Prosedur Tetap (Protap) yang telah ditetapkan Undang-Undang.
Di Malteng, ungkap Kapolda, banyak titik konflik. Ia meminta wakil rakyat tersebut untuk tidak diam saja menyelesaikan konflik-konflik yang ada meski bukan di daerah sendiri.
“Lihat akar permasalahan konflik secara utuh dan hal tersebut harusnya menjadi bagian tugasmu sebagai anggota DPRD untuk menyelesaikannya. Jangan hanya bisanya menyalahkan aparat keamanan yang wajib mencegah terjadinya kerusuhan yang lebih masif dan meluas,” kata dia.
Polri, kata Kapolda, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka hingga mengeluarkan DPO (Daftar Pencarian Orang) pasti sudah melalui pertimbangan maupun telah memiliki bukti hukum yang kuat.
“Kalau ada pihak-pihak yang keberatan datang ke kami untuk kita tunjukkan bukti-buktinya dan silahkan gugat hukum saja Polri, jangan cuma koar-koar malah membela dan menyalahkan Polri,” tegasnya.
Kapolda mengaku pihaknya memiliki bukti-bukti terkait pelaku yang membawa senjata api illegal. Bahkan bukan rahasia lagi, banyak ledakan bom-bom rakitan yang dibuat di sana, dan tentunya sangat membahayakan masyarakat.
“Yang kejadian terakhir sudah jelas-jelas digunakan untuk menyerang aparat Polri dan ketika anggota akan melakukan penangkapan, tersangka lari dan berlindung di belakang ibu-ibu yang menahan petugas yang akan menindaknya,” ungkap Kapolda.
Kejadian kedua, lanjut Kapolda, terdapat anggota TNI yang dikeroyok dan dibacok oleh masyarakat di Wakal. Salah satu saksi juga menyampaikan salah satu tersangka adalah Baret.
“Saya sudah menengok langsung anggota TNI yang dipotong oleh masyarakat di sana, itu anggota DPRD apa sudah datang dan lihat belum anggota TNI yang dibacok tersebut? Coba datanglah sehingga tahu juga nanti kejadian yang sebenarnya,” pintanya.
Saat ini, kata Kapolda, tim dari Polri dan TNI masih terus mengejar pelaku penganiayaan tersebut sampai ketemu.
“Saya tegas sampaikan menyerah baik-baik, kalau melawan dan bahayakan masyarakat atau petugas tangkap hidup atau mati,” tegasnya.
Polri, lanjut Irjen Latif, diberikan kewenangan penggunaan peralatan khusus untuk membubarkan massa dan mencegah kerusuhan tidak meluas.
Peralatan yang digunakan mulai dari soft hingga penggunaan senjata api bila diperlukan. Apalagi kalau pelaku kedapatan menggunakan senjata api dan menembak petugas.
“Polri juga tidak memihak kepada siapapun, semua kasus ditangani secara berimbang baik di Hitu maupun Wakal, semuanya diperlakukan sama, kita proses semua dengan bukti-bukti hukum yang ada tentunya,” ujarnya.
Kapolda meminta anggota DPRD tersebut agar saat kejadian bisa turun langsung di TKP. Hal itu diharapkan agar yang bersangkutan bisa mengetahui kondisi sebenarnya.
“Jangan hanya dari balik meja, terima laporan sepihak, kemudian komentar di media merasa paling benar, serta menyalahkan aparat keamanan. Datang ke kita, biar kita jelaskan semuanya, kapanpun kita siap, mau formal kelembagaan ataupun non formal biar paham dan tidak menambah keruwetan penyelesaian konflik tersebut,” katanya.
Konflik di sana, tambah Kapolda, sudah bukan rahasia umum. Semua masyarakat di Ambon dan Maluku umumnya telah paham tentang apa yang terjadi. Konflik di sana terus berulang, bertikai antar sesama saudara, bahkan sudah menjadi stigma buruk masyarakat luar.
Masyarakat, kata Kapolda, saat akan melintas di wilayah-wilayah konflik tersebut, maka yang terpikir di benak hanyalah kekhawatiran dan rasa takut.
“Berulang kali saya menyampaikan kalau ada persoalan perorangan yang melakukan perbuatan pidana, jangan diangkat menjadi persoalan antar negeri yang merusak semua kerukunan. Membuat permusuhan dan dendam turun temurun dan orang yang tidak tahu apa-apa kemudian harus menanggung beban, korban baik materi maupun jiwa,” sesalnya.
Jenderal bintang 2 Polri ini mengingatkan masyarakat Hitu dan Wakal agar dapat mengasihani generasi anak cucu mendatang. Mestinya diwarisi kepandaian dan kesejahteraan, tapi malah justru mewarisi sifat dendam, saling bertikai antar sesama.
“Berhentilah bertikai seperti ini, daerah lain sudah maju membangun, di sini orang masih bertikai antar sesama,” pintanya.
Setiap persoalan harusnya diselesaikan secara hukum yang dikawal para Raja dan tokoh-tokoh masyarakat. Sehingga prosesnya dapat berjalan adil dan membawa kedamaian. (Steven)