Media Humas Polri // Surabaya
Aksi anarkis gerombolan oknum Debt Collector, Senin malam (13/01/2025) itu seharusnya menjadi malam biasa bagi Gus Tjetjep M. Yasien. Usai berjamaah shalat Maghrib di Masjid Roudhotul Falah.
Ia melangkah santai menuju rumah makan sederhana milik Bapak Proko untuk berbuka puasa. Namun, siapa sangka, momen damai itu berubah menjadi malam kelam yang membawa luka fisik dan batin mendalam.
Segerombolan Debt Collector, yang diduga mengaku dari pihak Bank BNI, mendatangi serta mengamuk di rumah makan tersebut. Target mereka: hutang kartu kredit yang diduga milik pemilik rumah makan.
Namun entah bagaimana, mereka salah sasaran. Gus Tjetjep, seorang aktivis sosial yang tak tahu-menahu soal perkara itu, dituduh sebagai pengacara pemilik hutang.
Kekeliruan ini berujung pada aksi brutal. Diketahui sekitar Lima belas Debt Collector mengepung, mendorong-dorong serta menghujani Gus Tjetjep dengan pukulan tanpa ampun. Tidak peduli bahwa pria paruh baya ini bukan lawan sepadan.
Tidak peduli bahwa ada anggota polisi dari Polsek Karangpilang berdiri tak jauh dari tempat kejadian.
Bahkan salah satu dari oknum Debt Collector berkepala plontos serta memakai kaos atribut TNI ini sangat arogan sekali, pelaku ini memukulkan kursi plastik ke korban serta menghancurkan kursi plastik tersebut, nampak dari video rekaman salah satu narasumber yang berada di lokasi kejadian, bahkan salah satu oknum Debt collector sempat mengancam serta mengintimidasi narasumber agar tidak memvideokan aksi anarkis tersebut.
Miris..!! dihadapan anggota kepolisian saja masih berani brutal apalagi kalau tidak ada polisi??
Hal ini tentu membuat masyarakat ragu akan kinerja para aparat penegak hukum khususnya kepolisian.
Ya, polisi ada di sana, bukannya untuk melindungi, tetapi hanya untuk menjadi saksi bisu kekerasan yang mencoreng keadilan.
“Saya berteriak minta tolong namun, tidak diindahkan oleh anggota polisi yang ada di lokasi. Mereka diam, mereka mematung,” tutur Gus Tjetjep kepada wartawan.
Pemandangan yang membuat siapa pun bertanya, di mana tanggung jawab aparat penegak hukum? Apakah anggota kepolisian yang berada di lokasi sudah bekerja sesuai dengan SOP?? Bukankah sudah menjadi tugas polisi untuk melindungi, melayani serta mengayomi masyarakat.
Diketahui korban yang merupakan pria paruh baya itu akhirnya roboh setelah dianiaya oleh gerombolan oknum Debt collector.
Tubuh korban lemas, wajahnya pucat, dan tak lama kemudian ia muntah-muntah.
Bahkan pada saat melaporkan kejadian yang dialaminya ke Polrestabes Surabaya, kondisinya semakin memburuk hingga pingsan.
Hingga akhirnya Ambulans dikerahkan untuk membawanya ke Rumah Sakit Pelabuhan tanjung perak Surabaya.
Diagnosa Dokter yang menangani sementara korban mengalami gegar otak ringan.
Kejadian ini bukan hanya cerita tentang seorang aktivis yang menjadi korban salah sasaran. Ini adalah cerita tentang ketidakadilan yang nyata.
Tentang bagaimana hukum, yang seharusnya melindungi, seakan kehilangan daya di hadapan segerombolan penagih hutang yang membawa kekerasan sebagai senjata serta ketidakberdayaan aparat penegak hukum yang bekerja tidak sesuai dengan asas TRIBRATA.
Gus Tjetjep adalah sosok yang dikenal vokal membela hak-hak rakyat kecil. Namun malam itu, suaranya dibungkam oleh tangan-tangan kejam yang bahkan aparat pun enggan menghentikannya.
Keluarga Gus Tjetjep, terutama putranya Azhar S. M., kini menuntut keadilan. Keluarga korban berharap agar kasus ini diusut tuntas, agar hukum benar-benar berdiri tegak.
Namun, pertanyaannya: apakah seruan ini akan dijawab? Atau akankah kisah ini berakhir sebagai salah satu dari banyak cerita tentang hukum yang tak kunjung berpihak pada korban?
Sementara itu berdasarkan informasi dari Gus Tjetjep selaku korban pengeroyokan melalui tim dari Awak Media Suara Rakyat Indonesia serta Media Humas Polri melakukan konfirmasi kepada Kanit Reskrim Polsek Karangpilang Ipda Lutfi Rahman.SH.MH melalui pesan singkat whatsapp guna berimbangnya pemberitaan.
Namun, saat dikonfirmasi Ipda Lutfi tidak membalas pesan whatsapp awak Media dan saat dihubungi melalui telepon seluler beliau mengatakan sedang apel dan langsung memutus sambungan telepon seluler kepada awak Media.
Sampai berita ini dinaikkan belum ada informasi lebih lanjut dari Ipda Lutfi maupun pihak kepolisian dari Polsek karangpilang.
Masyarakat berharap kepada Pimpinan tertinggi Polri yaitu Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo agar membenahi kinerja Kasus Penganiayaan Pengacara Oleh 15 Debt Collector : Polsek Karangpilang, Polrestabes Surabaya Diminta Tegas
Atas Kinerja Anggotanya aparat penegak hukum khususnya Polri, mengingat banyaknya kasus yang menimpa instansi nya tersebut agar tidak merusak citra Polri sebagai Pelindung, Pelayan, serta Pengayom masyarakat.
( Yudha )