Kearifan Lokal Gropyokan Tikus Di Desa Jangga Menjadi Solusi Efektif Mengendalikan Hama Tikus
Media Humas Polri || Jabar
Dalam upaya mengendalikan populasi tikus yang merugikan para tanaman petani,Pemerintah Desa Jangga, Kecamatan Losarang, Kabupaten indramayu, melaksanakan kegiatan Gropyokan tikus dengan memanfaatkan metode tradisional yang efektif. Pada hari Rabu,(31/7/24 di area persawahan , desa Jangga Blok sapton, puluhan petani dan perangkat desa berkumpul untuk melaksanakan kegiatan ini.
tikus menggunakan umpan klerat dan pengemposan di wilayah blok kali Sapton desa Jangga meliputi luas areal pesawahan 73Ha.Kondisi umur tanaman 15-25Hst.
Yang dihadiri oleh Pamong Desa Jangga, Raksa Bumi Bpk. Darkam, UPTD KPP Kec. Losarang,Bpk. Hendri Dwi Prabowo, S.Pd, PPL wilbin Desa Jangga Dadat Mashudi, S.Pt ,dan rekan” Penyuluh Pertanian, POPT Kec. Losarang Ali Mahfudin , Kelompok Tani Mulya Sari Desa Jangga. Bpk. Rastana Kios Kidang Kembar Desa Jangga Ikut berperan aktif dalam kegiatan tersebut beserta para petani penggarap diwilayah kelompok tani Mulya Sari Desa Jangga Kec. Losarang.
Dalam kegiatan gropyokan tikus ini, digunakan alat umpan klerat dan alat emposan yang berbentuk seperti knalpot. Alat tersebut terdiri dari sebuah alat sederhana yang mirip dengan fogging. Isinya terdiri dari bubuk belerang, jerami kering, atau areng yang kemudian dibakar. Setelah itu, tuas pada alat tersebut diputar untuk menghasilkan asap. Asap tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lubang rumah tikus sawah dan ditutup dengan tanah. Dalam waktu singkat, tikus-tikus baik induk maupun anakannya mati.
Dadat Mashudi, S.Pt.selaku penyuluh menerangkan,Tikus sawah menyerang tanaman padi dengan cara memotong atau mencabut tanaman yang baru ditanam. Pada tahap anakan aktif padi atau fase pematangan, tikus memotong bibit muda dan memakan tunas padi yang sedang berkembang.
Tikus tidak menyukai tempat yang luas dan terbuka karena lebih rentan terhadap serangan predator. Tikus sawah sangat sensitif terhadap gangguan manusia sehingga jarang ditemukan di sekitar perumahan. Tikus biasanya bersembunyi dan menggali lubang di daerah rerumputan dekat saluran irigasi utama, di kebun desa, dan di daerah non-tanaman lainnya yang tertutup. Pada masa lahan diberakan, tikus hidup di saluran utama dan kebun desa. Pada fase anakan, 75% waktu tikus berada di liang persembunyiannya di sepanjang tepian sawah, dan fase setelah anakan maksimum 65% dari waktu tikus berada di sawah.
Tikus mencari makan di sawah pada malam hari dengan aktivitas tinggi pada saat senja dan subuh. Pada siang hari tikus dapat ditemukan di antara vegetasi, gulma, atau ladang dengan tanaman pada fase pematangan. Serangan tikus pada fase generatif menimbulkan kerusakan yang paling parah karena pada fase ini tanaman padi tidak mampu membentuk anakan baru.
Serangan tikus ditandai dengan adanya kerusakan tanaman di tengah petakan sawah. Kerusakan ini akan meluas ke arah pinggir dan menyisakan beberapa baris tanaman padi di pinggir petakan.
Seekor tikus betina yang berkembang biak di awal musim dapat menghasilkan sebanyak 120 tikus yang memakan tanaman terakhir sampai matang. Menangkap satu ekor tikus betina sebelum ia berkembang biak, sama dengan mengurangi potensi serangan 35 ekor tikus pada saat tanaman berada dalam fase pematangan,pungkaanya
Kepala Desa Jangga Nedi Prasetyo, A.Md, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi populasi tikus yang merusak hasil pertanian. “Kami melaksanakan gropyokan tikus sebagai upaya pengendalian yang aman dan efektif. Metode ini telah digunakan secara turun temurun oleh masyarakat lokal, dan hasilnya terbukti sangat efektif,”
Nedy Prasetyo, A.Md, juga menekankan pentingnya menggunakan metode pengendalian tikus yang tidak berbahaya dan tidak melanggar hukum. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak menggunakan aliran listrik atau metode lain yang berpotensi membahayakan keselamatan mereka sendiri. “Pemakaian aliran listrik dalam pengendalian tikus sangat berbahaya dan melanggar hukum. Oleh karena itu, kami mengajak seluruh masyarakat untuk mengadopsi metode tradisional yang aman seperti gropyokan tikus,” tambahnya.
Kegiatan gropyokan tikus ini mendapatkan respon positif dari masyarakat setempat. Petani desa jangga merasa terbantu dan lega dengan adanya upaya pengendalian tikus yang dilakukan oleh pemerintah desa. Mereka berharap kegiatan semacam ini dapat terus dilakukan secara berkala untuk menjaga kestabilan produksi pertanian di daerah mereka.
Pemerintah desa juga berkomitmen untuk terus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan pertanian. Dengan mengembangkan metode pengendalian hama yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, diharapkan dapat tercipta kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam di wilayah Desa jangga.
Dengan adanya kegiatan gropyokan tikus yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa jangga, diharapkan populasi tikus dapat terkontrol secara efektif tanpa mengorbankan keselamatan dan lingkungan. Kearifan lokal ini menjadi contoh nyata bagaimana tradisi dan pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi dapat memberikan solusi praktis dalam menghadapi permasalahan di lingkungan sekitar.(Nono)