Media Humas Polri // Melawi, Kalbar
Adanya pengangutan Hasil Hutan Bukan Kayu, berjenis Rotan ditemukan sebanyak kurang lebih 5 ton yang berada di Kabupaten Melawi. (21/3/23)
Saat Tim investigasi:awak media melakukan kegiatan rutin di Kabupaten Melawi, tim menemukan adanya kayu rotan dari Kalteng, saat mengkonfirmasi kepada salah seorang pemilik rumah mengatakan Rotan-rotan ini dari Kalteng dan akan dikirim ke Kabupaten Sambas ungkapnya.
Kami sempat menanyakan izin pelaku usaha tersebut kepada pekerja, dia mengatakan lagi dalam pengurusan izin di KPH Kabupaten Melawi ungkapnya.
Kami juga mengkonfirmasi Kepala Dinas KPH Kabupaten Melawi Bapak Manik, beliau mengatakan ” Jika Pengankutan Hasil Hutan Bukan Kayu merupakan izin yang sudah dikelola oleh sekolompok masyarakat yang sudah ada izin sebelumnya, jika pihak tersebut ingin melakukan pengurusan izin tentu ada prosedur yang harus dilewati, jika yang bersangkutan ingin bergabung kepada yang sudah mempunyai izin dari masyarakat juga harus meyertakan bukti kerjasama antara masyarakat yang telah mempunyai izin resmi” ungkapnya
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu ini sering kami lakukan sosialisasi untuk dilakukan pendataan agar tidak ada ekspor dan impor Ilegal ungkapnya via telpon pada wartawan
Ini nanti akan menjadi bukti angkutan pelaku usaha jika tidak resmi maka akan terjadi masalah pada angkutan dan bisa di proses sesuai hukum yang berlaku.
Kegiatan ekspor ilegal ini melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagai tindak pidana penyelundupan, juga melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa rotan merupakan salah satu barang yang dilarang untuk diekspor.
Sanksi hukum atas pelaku tindak pidana tersebut diatur pada pasal 102A huruf (a) dan atau pasal 103A huruf (e) UU No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, yaitu setiap orang yang mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean dengan ancaman kurungan penjara minimal satu tahun dan maksimal 10 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Sampai berita ini diturunkan pihak pelaku usaha belum mengantongi izin resmi dari hasil hutan. (Jon)