Kronologi Terbongkarnya Percetakan Uang Palsu Senilai Rp 1,26 Miliar di Sukoharjo oleh Polda Jateng

Kronologi Terbongkarnya Percetakan Uang Palsu Senilai Rp 1,26 Miliar di Sukoharjo oleh Polda Jateng

Media Humas Polri || Sukoharjo

Bacaan Lainnya

Tempat percetakan yang memproduksi uang palsu (upal) di Kampung Larangan RT 01 RW 02, Kelurahan Gayam, Kabupaten Sukoharjo berhasil diungkap Polda Jawa Tengah.

Proses pengungkapan upal ini merupakan hasil penyelidikan tim gabungan Polres Sukoharjo dan Polda Jawa Tengah.

Terbongkarnya jaringan uang palsu ini menguak fakta mencengangkan. Selain lokasi dekat dengan rumah dinas bupati, bahan baku serta mesin pencetak upal itu didatangkan dari luar negeri.

Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi membeberkan, ada 11 mesin cetak yang diimpor dari Jerman di rumah yang digunakan untuk mencetak uang palsu tersebut. Harga mesin cetak tersebut mencapai miliaran rupiah.

Selain itu, Kapolda juga menyebutkan bahwa bahan baku kertas yang digunakan merupakan bahan impor yang secara kualitas bagus.

“Makanya uang palsu yang dihasilkan kualitasnya sangat mirip dengan yang asli,” ujar dia.

Kapolda mengatakan, terungkapnya jaringan upal ini merupakan kerja sama antara tiga polda, yakni Polda Jateng, Polda Jatim dan Polda Lampung.

Kapolda Jateng Irjen Pol. Ahmad Luthfi, dalam konferensi Pers di Mapolres Sukoharjo, Selasa (1/11/2022), mengatakan bahwa polisi menangkap lima pelaku beserta barang bukti berupa uang palsu pecahan Rp100 ribu dan Rp 50 ribu dengan total Rp 1,260 miliar.

Lima pelaku yang hingga sekarang masih ditahan Mapolres Sukoharjo, yakni Shofi Udin (warga Semarang), Rino (warga Klaten), tukang sablon Sarimin (warga Banyumas), pemilik percetakan Irvan Mahendra (warga Karanganyar), dan Jefrie Susanto (warga Jakarta).

Kronologis pengungkapan kasus peredaran uang palsu di wilayah Jateng, menurut Kapolda, ada empat kasus dengan lima tersangka beserta barang bukti uang palsu Rp1,260 miliar.

Lima tersangka berhasil diamankan di Jateng, tiga tersangka di Mesuji Lampung, kemudian di Jawa Barat menurut Kapolda masih daftar pencarian orang (DPO). Begitu pula di Jawa TImur pelaku masuk DPO.

“Kenapa di wilayah Jateng penting? Karena di wilayah ini tempat kejadian perkara, tempat uang palsu itu diproduksi. Jadi, percetakan yang omzetnya sangat luar biasa itu di Kampung Larangan, RT 1/RW2, Kelurahan Gayam, Kabupaten Sukoharjo,” ujarnya.

Atas pengungkapan kasus tersebut, Kapolda Jateng mengapresiasi jajaran Polres Sukoharjo dan personel Polda Jateng. Hal ini mengingat pengungkapan uang palsu itu tidak sekonyong-konyong, tetapi menggunakan metode-metode dan pengembangan di lapangan.

Pengungkapan peredaran uang palsu tersebut diawali pada tanggal 7 Oktober 2022 telah ditemukan 26 lembar uang palsu. Setelah dikembangkan pada tanggal 12 Oktober 2022, polisi sita Rp 40 juta dari pelaku Shofi Udin di Semarang.

Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2022, diungkap kembali Rp 385 juta di Brayat Kabupaten Klaten dengan pelaku Rino. Kasus ini dikembangkan lagi pada tanggal 28 Oktober 2022, pelaku di Bandung, kemudian ada tiga pelaku menjadi DPO di Jabar.

Pada tanggal 17 Oktober 2022 ditemukan barang bukti Rp 31,9 juta di Sukoharjo, kemudian diungkap barang bukti dan pelaku di Surakarta. Artinya, kata Kapolda, dari beberapa pelaku ini, tim gabungan Polres Sukoharjo dan Polda Jateng mengungkap tempat produksi uang palsu di Sukoharjo.

Modus operasi, kata Kapolda, yang bersangkutan pertama memproduksi uang palsu, kedua dengan menggunakan perantara atau tenaga pemasaran.

“Jadi, ada yang mencetak uang palsu dan yang mengedarkan, kemudian ada pula sebagai kurir mencari calon pembeli, termasuk dia membelanjakan uang itu untuk sehari-hari,” kata Kapolda Jateng.

Pelaku juga menjual uang palsu Rp 1 juta dengan harga Rp 300 ribu uang asli. Motif pelaku untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena desakan ekonomi. Dalam kasus ini, pihaknya mengamankan 11 unit mesin cetak buatan Jerman.

Pasal yang disangkakan terhadap para pelaku adalah pasal 36 ayat 1 dan 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. (Mhn)

Pos terkait