Kurang Puas Perwakilan Petani sawit mendatangi PKS PT.SRL.1 & PT.Awana Minta kejelasan tentang Harga TBS.
Pasangkayu/Sulbar 08/07/2022 || Media Humas Polri
Akibat dari larangan Export beberapa bulan lalu oleh presiden Jokowi ternyata masih berbuntut panjang dan menimbulkan dampak efek domino diberbagai sektor terutama terhadap kelangsungan hidup jutaan petani kelapa sawit , termasuk di daerah Sulawesi Barat , kabupaten Pasangkayu.
Kendati sudah ada keputusan Rapat Penentuan Harga Tandan Buah Segar ( TBS ) dan dibarengi dengan berbagai Surat keputusan yang diterbitkan baik oleh pemerintah provinsi ataupun kabupaten tentang harga TBS yang harus dibayarkan , tidak serta merta perusahaan PKS yang ada di Sulawesi Barat dapat menjalankan hasil keputusan tersebut dalam pembelian kelapa sawit kepada petani , pasalnya sejak larangan Export diberlakukan , Perusahan Kelapa Sawit ( PKS ) tidak bisa menjual CPO secara maksimal bahkan nyaris gak ada penjualan sama sekali walaupun larangan Export telah dicabut.
Hal ini membuat harga TBS menjadi anjlok dari sebelumnya seharga Rp.2900/ kg menjadi Rp.1000 s/d Rp. 700/kg , bahkan beberapa PKS terpaksa harus tutup tidak menerima TBS petani karena tidak mampu lagi mengimbangi cos ( biaya olah ) yang dikeluarkan dengan pemasukan yang ada , disamping itu juga terdapat kendala yang tidak bisa diatasi seperti penuhnya tangki penampungan penyimpanan karena sampai akhir bulan Juni 2022 penjualan CPO masih belum ada.
Walaupun demikian petani masih kurang yakin atas kondisi yang dialami oleh PKS , maka pada 08/07/2022 beberapa perwakilan petani mendatangi Perusahaan PT.SRL-1 & PT.Awana , yang berada di kecamatan Sarudu, kabupaten Pasangkayu untuk mempertanyakan tentang Keputusan Harga TBS , apa alasan perusahaan menerapkan sistem kuota dalam penerimaan Tandan Buah Segar ( TBS ) hanya 250 / Kg di setiap desa dan adanya buah siluman dari luar binaan PT.SRL-1.
,” Tiga tuntutan kami yang harus dijawab hari ini dan mohon tanggapan dari perusahaan pertama tentang harga TBS kedua tidak ingin ada sistem kuota dalam menerima buah dan ketiga jangan terima TBS dari luar sebelum kelima desa yang jadi kemitraan selesai diangkut ,” tegas Melki Tule salah satu perwakilan dari petani sawit Desa Tamarunang.
Menanggapi apa yang menjadi tuntutan petani , Administrator PT SRL-1. ( M.Tugiran ) menjelaskan bahwa masalah merosotnya harga sawit bukan hanya di Sulbar saja tapi sudah menjadi masalah Nasional dan terjadi diseluruh Indonesia bahkan sudah merembet sampai ke Malaysia .
Apa yang dilakukan oleh PT.SRL-1 dalam pembelian TBS saat ini semata-mata hanya untuk menyelamatkan petani bukan untuk mengeruk keuntungan sebanyak2nya.
,” Masalah anjloknya harga TBS ini sudah menjadi masalah Nasional dan terjadi di seluruh Indonesia, bisa Bapak-bapak download di google dan jika perusahaan hanya mencari keuntungan semata tentu kami tidak batasi penerimaan TBS hanya sedikit tapi justru sebanyak-banyaknya ,” jelasnya.
Adanya sistem kuota yang diberlakukan oleh perusahaan justru bertujuan untuk melindungi petani plasma agar buahnya bisa terangkut semua oleh perusahan dan untuk menangkal buah (TBS) dari luar yang tidak jelas asal-usulnya.
Menjawab masalah keputusan harga TBS yang telah ditetapkan , lebih rinci ADM ( M.Tugiran ) menjelaskan bahwa untuk perdagangan CPO di PT.SRL-1 dari periode bulan mei sampai Juli 2022 , Perusahaan PT.SRL-1 baru menjual 750 ton , sehingga dari kondisi harga sawit yang pertama seharga Rp.2910 kemudian sekarang harga TBS menjadi Rp.900 seharusnya harga penjualan CPO oleh perusahaan diangka Rp.11.500 namun untuk kondisi saat ini justru yang terjadi harga CPO di TKPB sebesar Rp.6500 ini pun belum ada yang mau beli , walaupun demikian dari PKS PT.SRL-1 masih mau menerima TBS petani seharga Rp.900/kg.
Berkaitan dengan hasil keputusan Harga TBS pada tgl 27 oleh Pemerintah Propinsi ( Disbun ) Sulbar , PT. SRL-1 mengakui tidak memberikan dokumen penjualan kepada tiem karena tidak ada penjualan ,” Didalam dokumen perusahaan kami , kita tidak ada penjualan , jadi dokumen apa yang mau saya serahkan
kepada mereka ,” terangnya .
Perusahaan juga mengakui bahwa hasil keputusan Disbun pada bulan Juni 2022 tidak bisa ia ikuti dengan alasan keputusan harga TBS itu dipukul rata, padahal didalamnya harus dilihat dari berbagai hal seperti umur tanaman,tahun tanam , rendeman dll.
Berkaitan dengan hal tersebut Administrator ( M.Tugiran ) telah menjelaskan kepada DPRD Propinsi, DPRD kabupaten, kepada Gubernur Sulbar , bahkan ke Polres dan Polda Sulbar.
,” Kami berterima kasih kepada bapak-bapak atas kedatangannya untuk kita berdiskusi sama-sama guna mencari jalan terbaik yang saling menguntungkan dan untuk masalah selip pengiriman TBS kami akan mulai tertibkan dengan menginventarisir semua kelompok tani di setiap desa ,” tutupnya ( Red. H.M )