Masuknya Budaya Barat Akankah Positif Untuk Bangsa

Masuknya Budaya Barat, Akankah Positif Untuk Bangsa?

Oleh: Maritza Putri Seisania

Bacaan Lainnya

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Malang

 

Kalbar Melawi Sekarang ini, masuknya budaya dari luar bukan lagi hal yang sulit untuk dilakukan. Budaya luar bisa dengan mudah masuk ke Indonesia bahkan tanpa penyaringan terlebih dahulu oleh masyarakat. Akibatnya, budaya yang bahkan berkonotasi negatif pun ikut masuk tanpa adanya proses seleksi lagi dari masyarakat. Budaya luar yang masuk ke dalam negeri ini tentu membawa dampak baik bagi Indonesia sendiri. Namun, dengan beberapa syarat, seperti: telah melewati penyaringan dari masyarakat untuk menerima budaya yang baik-baik saja serta masyarakat mampu mengendalikan diri untuk tak sepenuhnya memeluk kebudayaan tersebut supaya budaya asli Indonesia tidak luntur.

Namun sayangnya, belakangan ini budaya yang masuk tanpa penyaringan semakin marak. Budaya K-pop dan anime sudah merajalela bahkan bukan hanya di kalangan remaja dan anak-anak, melainkan juga dikalangan dewasa ke atas. Selain itu, budaya dari barat seperti Child Free dan Friend With Benefits (FWB) juga sudah masuk ke Indonesia dan menyebar dengan cepat.

 

Child Free adalah suatu budaya dimana individu memutuskan untuk tidak memiliki anak baik sebelum ataupun setelah menikah. Sebelumnya Child Free adalah suatu budaya yang berkembang di negara barat khususnya Belanda, Inggris, dan Prancis. Namun kini keberadaan child free sendiri telah mendunia hingga tak lagi bisa terhitung jumlah individu yang menganut kebudayaan tersebut.

 

Child Free memang memiliki beberapa manfaat baik bagi pasangan yang baru berumah tangga, seperti pasangan yang bersangkutan bisa merdeka finansial, lebih banyak menghabiskan waktu berdua, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, terlepas dari manfaat baiknya, Child Free sendiri bertentangan dengan dengan norma agama dan budaya, yang mana sudah seharusnya dihormati oleh suatu individu mengikuti agama serta kebudayaan di negaranya. Mengambil langkah yang bertentangan dengan kedua norma tersebut merupakan hal yang cukup gawat sebab dikhawatirkan norma-norma tersebut akan terlupakan saat semakin banyak orang yang mengabaikannya.

 

Child Free memanglah suatu pilihan yang bisa dikatakan berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia. Memaksakan kehendak orang lain untuk tidak melakukan Child Free tentu saja bukan hal yang baik karena bertentangan dengan kebebasan individu yang bersangkutan. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah memberikan edukasi mengenai baik dan buruknya Child Free, sehingga individu tersebut dapat mengambil keputusan dengan baik setelah mengetahui baik dan buruknya hal yang akan ia pilih.

 

Selain Child Free, budaya barat yang sudah menyebar di Indonesia juga ada Friend With Benefits. Friend With Benefits adalah hubungan intim yang dilakukan sepasang teman tanpa adanya hubungan serius atau asmara yang mengikat keduanya. Di negara-negara Barat sendiri, FWB atau Friend With Benefits selalu dikaitkan dengan hubungan seks yang saling memberikan kepuasan terhadap sepasang teman yang tak terikat hubungan asmara. Memang, begitulah nyatanya Friend With Benefits terjadi.

 

Budaya yang satu ini, apabila menyebar di Indonesia dan menjaring anak-anak remaja tentu saja akan membawa dampak yang sangat buruk. Hal ini juga bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di Pancasila, juga norma-norma yang berlaku di Indonesia. Menjalin hubungan seks sebelum adanya pernikahan adalah hal yang tabu di Indonesia. Jadi kehadiran Friend With Benefits sendiri merupakan hal yang tabu dan tak seharusnya dengan mudah masuk ke Indonesia yang menjunjung tinggi norma-norma.

 

Sejauh saya menilai, tak ada satupun dampak baik yang akan dibawa oleh Friend With Benefits ini. Justru akan merusak moral remaja yang terjebak di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab, semakin marak budaya tersebut berkembang, semakin banyak pula pelanggaran norma yang terjadi dan hal itu merupakan tanda-tanda lunturnya nilai Pancasila pada remaja-remaja di Indonesia.

Apabila dibiarkan masuk tanpa adanya penyaringan yang baik, friend with benefits dikhawatirkan akan membawa masalah krisis moral yang sangat kompleks. Apalagi Indonesia bukanlah negara bebas seperti negara-negara Barat yang memeluk budaya atau kebiasaan tersebut.

 

Oleh karena itu, melihat kedua kebudayaan di atas yang sebenarnya memiliki banyak pertentangan dengan budaya di Indonesia, ada baiknya masyarakat menahan diri untuk tak tenggelam di dalamnya. Untuk bisa menikmati budaya luar yang membawa kebaikan bagi Indonesia, masyarakat perlu memilah mana yang membawa pengaruh baik dan mana yang membawa pengaruh buruk. Di era globalisasi ini, serangan budaya luar memang sering terjadi, sehingga diharapkan masyarakat mampu mem filternya dengan baik ( Joni Julianto)

Pos terkait