Media Humas Polri // Sumenep
Dalam menjalankan gerakan kebudayaan, strategi yang matang dan langkah yang penuh perhitungan menjadi kunci utama. Begitu yang ditegaskan oleh Yak Widhi Lamong dalam perbincangan hangatnya dengan KH. D. Zawawi Imron, seorang budayawan besar asal Sumenep yang dikenal dengan sajak-sajaknya yang menggugah nurani.(25/03/2025).
KH. D. Zawawi Imron menyoroti bagaimana modernitas memberi dampak pada etnisitas dan kebudayaan masyarakat.
“Pengaruh modernitas dalam membentuk etnisitas kebudayaan masyarakat tentu menjadi catatan tersendiri. Bentuk kepedulian yang bersumber dari nurani adalah satu-satunya harapan dalam mengawal lajunya peradaban bangsa,” tutur beliau dengan penuh kebijaksanaan.
Menurutnya, kepedulian terhadap kebudayaan tidak boleh sekadar menjadi wacana. Seni, dalam berbagai bentuknya, bukan sekadar ekspresi tanpa arah. Seorang seniman perlu merenungi dasar dan motif dari setiap karya yang dihasilkan, sebab karya yang lahir dari relung hati yang paling dalam akan memiliki pengaruh besar dalam perjalanan kebudayaan.
Puisi, Perpustakaan, dan Al-Qur’an dalam Bahasa Madura
Pertemuan itu berlangsung dalam suasana yang syahdu di kediaman KH. D. Zawawi Imron, dihiasi dengan pembacaan puisi oleh Yak Widhi Lamong. Ia membacakan puisi berjudul “Ibu”, karya sang tuan rumah, yang mengandung refleksi mendalam tentang kehidupan, cinta, dan penghormatan kepada sosok ibu.
Selepas itu, acara berlanjut di perpustakaan pribadi KH. D. Zawawi Imron, tempat berbagai buku tertata rapi, menggambarkan perjalanan intelektual beliau dalam dunia sastra dan kebudayaan. Di tengah-tengah keheningan membaca, Yak Widhi Lamong turut melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan terjemahan dalam bahasa Madura, seolah menegaskan bahwa kebudayaan adalah warisan luhur yang berakar dari spiritualitas dan kearifan lokal.
“Kebudayaan yang lahir dari akal budi manusia adalah persoalan tua. Sebagai generasi muda, kita perlu banyak belajar dan menimba ilmu dari para senior yang telah wasis dalam bidangnya,” ujar Yak Widhi Lamong dengan penuh kesadaran.
Baginya, pergerakan dalam seni dan kebudayaan tidak boleh liar, tanpa arah dan pijakan yang jelas. Harus ada tuntunan, harus ada nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi.
“Seni dan budaya harus tetap berjalan dalam koridor nilai-nilai kebangsaan. Tatanan yang kita bangun harus sejalan dengan nilai dasar kebudayaan bangsa Indonesia, yakni Pancasila,” tegasnya.
Gerilya kebudayaan yang dilakukan oleh Yak Widhi Lamong bukan sekadar gerakan tanpa makna. Ini adalah upaya merawat kearifan, menjaga peradaban, dan memastikan bahwa seni budaya tetap berpijak pada akar yang kokoh, tidak tercerabut oleh arus zaman yang serba cepat. Sebuah perjuangan sunyi, namun berdampak panjang bagi generasi mendatang.(Iswanto/Tain)