PANITIA PENGUKUHAN DAN PELESTARIAN HUTAN ADAT WEMEAN HALIBASAR TANGGAPI PENYESALAN PEMUKA ADAT TOLUS BAUNA WEOE DI MALAKA YANG KLAIN SEPIHAK

PANITIA PENGUKUHAN DAN PELESTARIAN HUTAN ADAT WEMEAN HALIBASAR TANGGAPI PENYESALAN PEMUKA ADAT TOLUS BAUNA WEOE DI MALAKA YANG KLAIN SEPIHAK

Media Humas Polri | NTT

Bacaan Lainnya

Panitia pengukuhan dan pelestarian hutan adat Wemean Halibasar menanggapi pemuka adat Tolus Bauna Weoe terkait penyesalan pelestarian hutan adat Wemean Halibasar.

Paulus Seran Bouk, S.H. dan Drs. Paulus Nahak selaku ketua panitia dan sekretaris panitia pengukuhan dan pelestarian hutan adat Wemean Halibasar menanggapi pemuka adat Tolus Bauna Weoe terkait penyesalan yang dimediakan oleh sebuah media online, pada, 07 Oktober 2022 tentang pelestarian hutan adat Wemean Halibasar di Dusun Sukaerlaran, Desa Halibasar, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada, 30 September 2022 lalu, bahwa ;

1. Kehadiran Bupati Malaka, Kapolres Malaka, Dandim 1605/Belu (FORKOPIMDA) Malaka, bersama Camat Wewiku dan Kepala Desa Halibasar itu kami yang mengundang secara tertulis, bukan inisiatif dari mereka.

2. Kehadiran Bupati Malaka, Kapolres Malaka, Dandim 1605/Belu (FORKOPIMDA) Malaka, bersama Camat Wewiku dan Kepala Desa Halibasar itu untuk melestarikan hutan adat Wemean Halibasar ini, bukan untuk merusak hutan adat Wemean Halibasar seperti Paulus Seran Bae dan kawan-kawannya itu.

3. Peraturan daerah (Perda) kabupaten Malaka Nomor 5 Tahun 2021 Pasal 136 ;
Ayat (1) pemerintah daerah mengakui, menghormati, dan melindungi masyarakat hukum adat yang ada di daerah.
Ayat (2) masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. wilayah kesatuan masyarakat hukum adat;
b. lembaga masyarakat hukum adat; dan
c. hukum adat yang masih dipelihara dan dijalankan oleh setiap kesatuan masyarakat hukum adat di daerah.

4. Pelestarian hutan adat Wemean Halibasar yang dihadiri oleh Bupati, Kapolres dan Dandim itu bukan baru sekarang, tetapi masih dengan kabupaten Belu, Bupati, Kapolres, dan Dandim itu sudah menghadiri berulang kali, yakni pada tahun 1978 Bupati Belu Marsel Adang Da Gomez menghadiri pengukuhan dan ritual pelestarian dengan mengeluarkan Instruksi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Belu No.5/INSTR/B/IX/1978 tentang Pengamanan Hutan Larangan Adat Wemean Halibasar, pada tahun 1998 Bupati Belu Drs. Servarius M. Pareira, MPH bersama Kapolres Belu, dan Dandim 1605/Belu menghadiri pengukuhan dan ritual pelestarian hutan adat Wemean Hlibasar, dan pada tahun 2003 dari Dinas Kehutanan kabupaten Belu menghadiri penghijauan hutan adat Wemean Hlibasar, serta pada tahun 2004 dua (2) orang masuk penjara karena merambah hutan adat Wemean Halibasar dengan putusan Pengadilan Negeri nomor : 67/PID/B/2004/PN/ATB di Pengadilan Negeri Kelas 1B Atambua.

5. Adat itu adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala, sehingga pengukuhan dan pelestarian hutan adat Wemean Halibasar yang dilakukan oleh panitia bersama Fukun Hat Lootasi Betaran, Nain Fukun Tafatik Makbukar Hain Le’un Lasaen Besikama dan Nain Loro Wewiku ini tidak melibatkan sembarang orang, yakni sebelum adanya pemerintah seperti Bupati, Camat dan Kepala Desa hanya melibatkan pemimpin adat tertinggi saja, yaitu Nain Liurai dan Nain Loro. Ketika adanya pemerintahan seperti Bupati, Camat dan Kepala Desa ini baru melibatkan mereka untuk mengakui, menghormati, dan melindunginya.

6. Hutan adat Wemean Halibasar ini yang membuat ritual adat di dalamnya hanya ada 4 Fukun saja, yaitu Fukun Lo’o, Fukun Laetua Kawak, Fukun Laetua Mahalo Etu, dan Fukun Betaran bersama Nain Fukun Tafatik Makbukar Hain Le’un Lasaen Besikama dan Nain Loro Wewiku saja, yang lain-lain itu hanya sebagai tamu undangan dan sesuai ketentuan adat-istiadat yang berlaku secara turun-temurun tidak diundang pun tidak menjadi masalah.

7. Hukum adat (ukun badu) yang berlaku secara turun-temurun untuk menjaga dan melestarikan hutan adat Wemean Halibasar ini adalah sebagai berikut ;
a. Jika terjadi perambahan hutan (menebang 1 pohon hutan), kepada pelaku diberikan sanksi yang tegas berupa 1 ekor kerbau jantan bertanduk panjang, 1 kumbang sopi (16 botol) dan 40 keping perak untuk memulihkan dan mengukuhkannya kembali (Kabau wa’i metan aman riku ro’a ida, Tua kusi ida, no Kmurak tomak hat nuluh hodi hamanas ukun badu).
b. Jika terjadi pencurian pinang dan lebah madu di dalam hutan, kepada pelaku diberikan sanksi yang tegas berupa 1 ekor babi jantan bergigi taring, 1 liter sopi (2 botal) dan 5 keping perak untuk memulihkan dan mengukuhkannya kembali (Fahi aman ni’a ksuik ida, Tua botir rua, no Kmurak tomak lima hodi hamanas ukun badu).
c. Di dalam hutan adat Wemean Halibasar ini terdapat 7 situs bersejarah dan 8 tempat ritus adat, jika salah satunya terjadi pengrusakan dan/atau dipindahkan oleh seseorang ke tempat lain dengan sengaja, kepada pelaku diberikan sanksi yang tegas berupa 1 ekor kerbau jantan bertanduk panjang, 1 kumbang sopi (16 botol) dan 40 keping perak untuk memulihkan dan mengukuhkannya kembali (Kabau wa’i metan aman riku ro’a ida, Tua kusi ida, no Kmurak tomak hat nuluh hodi hamanas ukun).

8. Pada tahun 1980 terjadi perambahan hutan adat Wemean Halibasar, kepada pelaku atas nama Marselinus Bau asal Desa Leunklot, Dusun Lootasi dan kawan-kawannya dari suku Rabasa diberikan sanksi yang tegas berupa 1 ekor kerbau jantan bertanduk panjang, 1 kumbang sopi (16 botol) dan 40 keping perak untuk memulihkan dan mengukuhkannya kembali (Kabau wa’i metan aman riku ro’a ida, Tua kusi ida, no Kmurak tomak hat nuluh hodi hamanas ukun badu).

9. Pada tahun 2014 terjadi pemindahan 1 buah situs Lalian Tolu ke Desa Rabasa Haerain oleh seseorang dengan sengaja, kepada pelaku atas nama Bunda Hoar ditangkap dan ditahan di Kantor Polisi Malaka Barat dengan memberikannya sanksi adat yang tegas berupa 1 ekor kerbau jantan bertanduk panjang, 1 kumbang sopi (16 botol) dan 40 keping perak untuk memulihkan dan mengukuhkannya kembali (Kabau wa’i metan aman riku ro’a ida, Tua kusi ida, no Kmurak tomak hat nuluh hodi hamanas ukun).

10. Hutan adat Wemean Halibasar ini merupakan daerah aliran sungai (DAS) di daerah kabupaten Malaka ini, maka perlu penghijauan dari pemerintah kabupaten Malaka ini agar bisa mengurangi terjadinya korban banjiar setiap tahun terhadap masyarakat di 2 desa ini, yaitu Desa Halibasar dan Desa Rabasa.

11. Hutan adat Wemean Halibasar ini terletak di Desa Halibasar, Dusun Sukaerlaran. Jadi, setahu kami berdasarkan data penduduk dari kepala Dusun Sukaerlaran terkait rumah tinggal warga masyarakat yang ada di Dusun Sukaerlaran itu, tidak ada rumah tinggal warga masyarakat yang ada di dalam hutan adat Wemean Halibasar ini, yang ada itu hanya pohon-pohon hutan dan tanaman pinang adat saja, sehingga katanya ada kebakaran rumah tinggal di dalam kawasan hutan adat Wemean, merusak mesin pompa air dan tanaman jagung disekitar rumah yang terbakar itu kami tidak tahu.

12. Pernyataan yang disampaikan oleh anggota DPRD kabupaten Malaka, Raymundus Seran Klau kepada tim media, Kamis (6/10-2022) bahwa “Pemerintah Diminta Tidak Mengadu Domba Masyarakat Soal Pelestarian Kembali Hutan Adat Wemean – Malaka”. Pernyataan yang disampaikan oleh anggota DPRD kabupaten Malaka, Raymundus Seran Klau ini tidak relevan karena yang relevan itu adalah sebagai wakil rakyat harus tegaskan kepada pemerintah agar pelaku-pelaku perusak hutan adat Wemean Halibasar ini harus ditangkap dan diproses secara hukum.

13. Paulus Seran Bae dan kawan-kawannya adalah pelaku-pelaku perambah hutan, yakni hutan adat Alkani, Metamanasi dan Amoro sudah habis dirambah oleh mereka, bahkan sekarang mereka merambah lagi hutan adat Wemean Halibasar ini untuk dijual kayunya dan juga jual tanahnya kepada orang lain.

14. Paulus Seran Bae dan kawan-kawannya telah melakukan pelanggaran yang fatal, maka harus diproses secara hukum.

Sekian dan terimah kasih.( yuven)

Pos terkait