Medan // Mediahumaspolri.com
Viralnya Pemberitaan 2 orang oknum komisioner Komisi Informasi Sumut yang diduga melakukan perselingkuhan membuat masyarakat sangat khawatir akan marwah komisi informasi sebagai lembaga Negara yang menjalankan suatu Undang-undang menjadi jelek serta kepercayaan masyarakat menjadi surut. Bahkan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengancam akan memecat kedua oknum komisioner sumut tersebut jika terbukti melakukan perselingkuhan.
Demi keadilan dan keutuhan marwah Komisi Informasi sebagai lembaga negara yang dikhususkan menjalankan UU No 14 tahun 2008, Pemantau keuangan Negara atau yang akrab disingkat dengan sebutan PKN secara resmi turut melaporkan kedua Oknum Komisioner Komisi Informasi Sumut tersebut yakni inisial SS dan CAN ke Ketua Komisi Informasi Sumut serta Meminta Gubernur Sumatera Utara dan Ketua DPRD Sumatera Utara, agar menegakan hukum kepada kedua oknum komisioner KIP yang diduga mencoret nama baik lembaga negara melalui perbuatan perselingkuhan antara sesama komisioner. Laporan PKN ini dilayangkan pada Selasa, (11/04/2023)
Dalam laporan nya, PKN meminta agar Komisi Informasi Sumut segera menggelar rapat pleno dan membentuk Majelis Etik yang bertugas menangani atau memeriksa dugaan perselingkuhan kedua oknum komisioner tersebut yakni inisial SS dan CAN yang notabenya dua duanya merupakan anggota komisi informasi sumatera utara. Sementara itu, kepada pemerintah provinsi sumatera utara PKN menyampaikan permohonan bantuan penegakan hukum agar Gubernur dan Ketua DPRD Sumut mendorong Komisi informasi sumut untuk segera membentuk Majelis Etik, serta mencopot dan mengganti kedua oknum komisioner tersebut demi menjaga nama baik dan marwah komisi informasi di mata publik.
Ketua Umum Pemantau Keuangan Negara/PKN, Patar Sihotang SH MH kepada media dirinya menyampaikan bahwa PKN sangat kecewa kepada Komisi Informasi Sumatera Utara yang tidak sigap menangani setiap laporan pelanggaran kode etik sesuai aturan hukum yang berlaku. Menurutnya jika dugaan perselingkuhan ini ditangani sejak dini dan sesuai SOP yang berlaku maka tidak akan sempat viral dan menggegerkan publik, sebab menurut ketentuan Perki 3 tahun 2016 pasal 15 (2) menyebutkan bahwa “Komisi Informasi harus mengadakan Rapat Pleno paling lama 3 hari sejak diterimanya laporan dugaan pelanggaran kode etik”. Tetapi sejak dugaan perselingkuhan ini dilaporkan oleh LA (istri Terduga SS) kepada komisi informasi sumut pada 3 maret 2023, komisi informasi sumut belum menggelar rapat pleno dan membentuk majelis etik yang menangan laporan LA tersebut. Ucap Patar Sihotang kepada media.
Rel penanganan setiap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota komisi informasi secara gamblang dan terang sudah dijelaskan dan diuraikan di dalam pasal 15 dan pasal 16 Perki 3 tahun 2016 tentang kode etik anggota komisi informasi. Sehingga jika ada upaya atau langkah komisi informasi dalam menyelesaikan setiap laporan dugaan pelanggaran kode etik diluar daripada ketentuan tersebut, maka tindakan itu inkonstitusional karena tidak berdasar atas hukum. Diakhir keteranganya Patar Sihotang berpesan agar Komisi Informasi Sumut dalam menangani dugaan pelanggaran kode etik anggota komisi informasi supaya ditangani secara benar dan profesional dengan berpedoman pada ketentuan hukum yang ada, jangan tempuh langkah-langkah diluar daripada ketentuan yang ada karena Komisi Informasi Merupakan Lembaga Penegak Hukum bukan instansi pemerintah yang punya kewenangan membuat kebijakan publik. Sebab jika penangananya diluar daripada ketentuan yang ada maka akan timbul ketidakpuasan publik dan kasus yang sedang ditangani pun dapat mencuat kepermukaan dan melahirkan berbagai spekulasi buruk terhadap kinerja komisi informasi. Ucap Patar Sihotang. (Mrg)