Pembabatan hutan bakau di Nebit Besar Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai diduga dijadikan bahan baku pembuatan arang Bakau oleh pengusaha Bernama Apeng
DUMAI – Media Humas Polri
Pembabatan hutan bakau di Nebit Besar Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai diduga dijadikan bahan baku pembuatan arang Bakau oleh pengusaha Bernama Apeng
Dalam menjalankan Usahanya pengusaha tersebut melanggar UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman hukuman pidana 10 tahun penjara.
Pembabatan hutan Bakau ini bisa mengakibatkan hutan mangrove di pinggir atau pesisir pantai daerah Dumai menjadi terancam punah, demi keuntungan pribadi milik pengusaha arang tersebut.
Pembabatan mangrove dengan berbagai alasan jelas melanggar ketentuan perundangan tentang Kehutanan, di antaranya diatur larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi.
Larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove itu tertuang dalam pasal 50 Undang-Undang (UU) Kehutanan. Sementara, masalah pidananya diatur pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Informasi terangkum dilapangan, dalam menjalankan aksi itu Apeng tidak sendirian. Dia bantu oleh anaknya yang bernama Rahman sebagai orang lapangan atau pengurus bahan baku arang yaitu kayu bakau. Anaknya ini sekaligus mengurus ketika ada petugas menyetop arang miliknya di jalan. Sebab, penjualan produksinya bukan hanya dalam kota, namun juga ke provinsi lain.
“Arang tersebut dikirimkan mengunakan mobil coldiesel, dan Rahman turun tangan langsung menghubung si pembeli atau penampung, yang kabarnya terkadang penjualannya hingga antar provinsi,” ujar seorang sumber di lapangan enggan disebutkan nama.
Salah seorang warga daerah Nerbit Besar, Kecamatan Sungaisembilan, Kota Dumai mengatakan di daerah tersebut ada aktivitas kegiatan produksi arang dengan menggunakan bahan baku mangrove.
Pada Kamis siang (17/02/2022) sejumlah awak media ke lokasi dan melihat memang ada tumpukan kayu bakau mangrove yang kemungkinan akan dijadikan arang oleh si pemilik. Sebab, lokasi tempat pembakaran atau tungku arang juga tidak jauh dari tumpukan kayu itu.
Warga setempat mengatakan usaha produksi arang yang dikelola dengan 6 tungku pembakaran itu dimiliki oleh Apeng. “Usaha pembuatan arang ini setahu saya punya Apeng yang tinggal di Purnama, Dumai Barat. Mereka jualan alat-alat mesin, seperti mesin kompresor dan lainnya. Usaha pembuataan arang ini sudah cukup lama, ada sekitar puluhan tahun,” ungkap warga setempat.
Terkait hal itu, sejumlah awak media sudah menyampaikan konfirmasi untuk meminta jawaban kepada Apeng selaku pemilik produksi arang di Nerbit Besar. Konfirmasi dikirim pada Sabtu tanggal 19 Februari 2022 yang lalu. Namun hingga kini belum mendapatkan jawaban dari pihak Apeng.
Kegiatan apapun yang ada hubungangannya dengan penebangan pohon bakau atau mangrove ini sangat riskan dan berbahaya bagi keselamatan ekosistem pantai. Makanya, pihak berwajib diminta segera mengusut tuntas kasus pembalakan liar di tepi pantai ini. Serta memberi sanksi hukuman seberat-beratnya, agar pelaku jerah.(tim )
Pt12