Media Humas Polri//Bojonegoro
Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bojonegoro melaksanakan talkshow SAPA! Malowopati FM, Jumat (11/10/2024). Talkshow kali ini mengambil tema ‘Saatnya Prioritaskan Kesehatan Jiwa di Sekolah dan Tempat Kerja’.
Sapa! Malowopati FM kali ini menghadirkan narasumber Dr Utami Sanjaya, Sp. Kj.Dokter spesialis kejiwaan RSUD Dr. R. Sosodoro Djati Koesoemo, dan Nina Erliana dari Pengelola Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Bojonegoro. Acara ini dipandu penyiar Lia Yunita.
Menurut Dr Utami Sanjaya, di dunia pendidikan, seorang guru diharap bisa menguasai problem solving atau pemecahan masalah untuk mengarahkan siswanya. Sebab, ada suatu kondisi agar bisa mengedepankan asertif (tegas). Agar tidak selalu menunda-nunda, fisik tidak semangat, malas masuk, mulai sensitif, mudah marah. Dan jika tidak diatasi dengan baik bisa menimbulkan gangguan jiwa.
“Dalam kesehatan itu ada gangguan emosi. Cirinya ada perubahan yang ringan-ringan. Tandanya anak malas berbicara atau menarik diri, yang paling penting kedekatan orang tua dan anak harus terjalin dengan baik,” jelasnya.
Untuk para orang dewasa, problem solving dan strategi harus dilakukan. Karena jika mencari kesibukan untuk menghindari masalah, masalah itu tidak terselesaikan. Menghadapi stres justru bisa membuat lebih kuat, dan mengatasi stres ke normal. Tapi jika stres namun tidak ada strategi penyelesaian, maka bisa memunculkan gangguan jiwa.
“Stres itu bukan suatu hal buruk, tapi membuat kita menjadi lebih kuat untuk kita belajar dari pengelaman masa alu. Maka berusahalah untuk mencari alternatif penyelesaian masalah. Jangan segan-segan bertanya kepada orang yang menurut kita bisa memberikan solusi,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengelola Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Bojonegoro, Nina Erliana menyampaikan data kesehatan jiwa di Bojonegoro selalu dilaporkan langsung ke Kementerian Kesehatan. Pada 2023, secara khusus Orang dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) berat atau skizofernia tercatat 2.585 orang dan psikotik akut 149 orang. Sedangkan pada tahun 2024 pada bulan Januari hingga September skizofernia sebanyak 2.624 orang, psikotik akut 164 orang.
“Dari data tersebut menyebar di masing-masing usia ada bahkan mulai dari usia anak-anak,” bebernya. Lebih lanjut, dia menjelaskan, setiap tahun ada peningkatan jumlah kasus baru. Data itu belum termasuk depresi dan kecemasan. Harapannya, pada masyarakat agar tidak enggan untuk screening lebih awal agar lebih dulu diketahui agar bisa sharing dan belajar mengelola stres, minimal bisa menyelesaikan masalah sendiri.
“Screening tersebut bisa dilakukan di Puskesmas, Polindes, melalui aplikasi ‘Sijiwa’ milik Kemenkes. Di situ kita bisa akses, ada pertanyaan yang nantinya dari situ kita bisa ketahui kita punya masalah kesehatan jiwa atau tidak,” pungkasnya. ( Gz )