Media Humas Polri // Jakarta
Proses penyidikan dugaan pemalsuan dokumen terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) sedang terus dilakukan oleh penyidik Polda Sulteng.
Seharusnya, 8 Maret lalu, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap salah satu Petinggi PT Bintang Delapan Wahana (BDW) sebagai saksi terlapor, namun yang bersangkutan tidak hadir.
“Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) No. B/08/III/Res.1.9./2024/Ditreskrimum tanggal 15 Maret 2024 yang kami terima dari penyidik Polda Sulteng, Kami mendapat informasi bahwa Direktur Utama PT. Bintang Delapan Wahana (PT.BDW) Hamid Mina tidak hadir dalam panggilan pemeriksaan sebagai saksi. Kabar yang saya dengar, terlapor meminta pihak kepolisian untuk menjadwal ulang, untuk pemeriksaan di tanggal 20 Maret mendatang,” kata Happy Hayati Helmi, Pengacara PT Artha Bumi Mining (ABM), selaku pihak pelapor dalam konferensi pers yang di gelar di Menara Rajawali, Jakarta Selatan, Senin (18-03-2024).
PT BDW dan PT ABM adalah perusahaan yang sama-sama bergerak di bisnis pertambangan nikel. Kini keduanya sedang berseteru di ranah hukum. Sebelumnya, pada 13 Juli 2023, PT ABM melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau menggunakan surat palsu (Pasal 263 KUHPidana Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHPidana). Surat yang diduga palsu adalah Surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Nomor: 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013.
Laporan diajukan ke Polda Sulteng dengan nomor laporan LP/B/153/VII/2023/SPKT/Polda Sulteng. Hingga saat ini, penyidik Polda Sulteng telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Pada 17 Januari 2024, kasus ini dinaikan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan berdasarkan surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) No. SPDP/08/I/RES.1.9./2024/Ditreskrimum Polda Sulteng.
Dengan dikeluarkannya SPDP, pihak Polda Sulteng telah menyita sejumlah dokumen dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM serta dokumen dari Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Penyitaan dokumen tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) nomor 68 Tahun 2024.
“Jadi menurut saya kasus ini sudah berjalan sebagaimana mestinya, sudah on the track lah ya,” ucap Happy Hayati Helmi.
Kasus ini bermula dari Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 Isinya tentang Permintaan Penerbitan IUP atas nama PT Bintang Delapan Wahana (BDW). Dokumen yang diduga palsu tersebut digunakan sebagai dasar hukum perpindahan IUP PT. BDW dari Kabupaten Konawe ke Kabupaten Morowali. Berberkal, Surat Nomor 1489 tadi, PT BDW mengajukan IUP Operasi Produksi (IUP OP) ke Bupati Morowali. Pada 7 Januari 2014, Bupati Morowali menerbitkan surat IUP OP untuk PT BDW.
Polemik muncul, IUP yang dikantongi PT BDW ternyata menyebabkan tumpang tindih wilayah IUP dengan lima perusahan tambang, satu di antaranya IUP milik PT. ABM dengan luas wilayah 10.160 Ha. Padahal IUP milik lima petusahaan tambang itu, sejak awal diterbitkan berada di wilayah Morowali, sedangkan IUP PT BDW awalnya berada di wilayah Konawe.
Happy mengatakan, akibat pemalsuan dokumen IUP tersebut, pihak kliennya dirugikan. Pasalnya beberapa rencana investasi bernilai triliunan rupiah belum bisa direalisasikan, karena dampak dari pemalsuan IUP tersebut. Meskipun Satuan Tugas Percepatan Investasi juga telah berupaya menyelesaikan hambatan-hambatan realisasi investasi.
“Dengan adanya pemalsuan IUP, terjadi tumpang tindih wilayah pertambangan antara PT Bumi Artha Mining dengan PT Bintang Delapan Wahana, sehingga aktifitas pertambangan dan rencana-rencana investasi tidak bisa dilaksanakan,” ucap Happy.
Merasa dirugikan dengan penggunaan dokumen yang diduga palsu itu, pihak PT. ABM meminta klarifikasi di Ditjen Minerba Kementerian ESDM terkait keaslian dari dokumen tersebut. Permintaan klarifikasi direspons Ditjen Minerba lewat Surat Dirjen Minerba Nomor 2143/30/DBM.PU/2017 tertanggal 15 November 2017. Pihak Ditjen Minerba menyebut bahwa surat nomor 1489 tanggal 3 Oktober 2013 itu tidak teregister.
Sesungguhnya Bupati Morowali Tahun 2014 menyadari terdapat kekeliruan dalam penerbitan IUP PT. BDW tahun 2014 di Morowali, sehingga terhadap IUP PT. BDW melalui Keputusan Bupati Morowali Nomor 188.4.45/Kep.0243/DESDM/2014 terkait pemberian IUP OP atas nama PT BDW dicabut kembali.
Berikutnya, pada 20 Mei 2019, PT ABM kembali berkirim surat ke Ditjen Minerba terkait kepastian status IUP PT ABM. Surat direspons Ditjen Minerba lewat Surat Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Nomor 0584/30/DBP.PW/2019.
Salah satu poin penting dari surat itu menyebut bahwa Surat Nomor 1489 adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral tanggal 15 Juli 2013, perihal Legalisir Dokumen Perizinan yang ditujukan kepada kepala Dinas ESDM Kabupaten Morowali, bukan tanggal 3 Oktober 2013, karena Surat tertanggal 15 Juli 2013 00 tersebut terkait dengan dokumen perizinan dua perusahaan yaknu PT SSS dan PT GSA, dan bukan surat terkait IUP PT BDW. Dengan demikian surat 1489 tertanggal 3 Oktober 2013 tersebut dipastikan palsu dan tidak benar isinya.
PT ABM juga mengadukan persoalan tumpang tindih IUP antara IUP PT ABM dengan IUP PT BDW ke Kantor Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves). Pengaduan direspons lewat Surat Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Republik Indonesia Nomor 027/Deputi6/Marves/III/2021 tertanggal 9 Maret 2021.
Isinya, Kemenko Marves berpedoman pada surat Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Nomor 2143/30/DBM.PU/2017 tanggal 15 November 2017 dan Surat Dirjen Minerba Nomor 0584/30/DBP.PW/2019 tertanggal 20 Mei 2019, yang sama-sama menyatakan bahwa surat Nomor 1489 tanggal 3 Oktober 2013 tersebut adalah dipastikan palsu dan tidak benar isinya. (Red)