Rotasi Jabatan Perangkat Desa Muntur Ketua DPD PPDI Indramayu Soroti Prosedur Administratif Pemberian Sanksi

Media Humas Polri//Indramayu

Pemerintahan Desa Muntur, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, tengah menjadi sorotan akibat polemik rotasi jabatan yang menimpa Asep Syaefullrochman, yang diduga menjabat sebagai lurah atau kaur perencanaan.

Bacaan Lainnya

Keputusan rotasi ini memicu kontroversi dan mendapat tanggapan keras dari berbagai pihak, termasuk Ketua DPD Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Indramayu, Tholhah Sidik, S.Kom.

Tholhah mengatakan, bahwasannya rotasi atau mutasi jabatan telah diatur jelas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 67 Tahun 2017, khususnya pada Pasal 7 Ayat 4 Poin A dan B. Rotasi jabatan hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat kekosongan jabatan.

“Jadi, rotasi itu baru bisa diadakan kalau ada jabatan yang kosong, yang selama ini tidak ada atau tidak diduduki. Itu pun ada jangka waktunya, yaitu dua bulan berturut-turut jabatan itu dikosongkan,” ucap Tholhah saat diwawancara awak media, Jumat (14/3/2025).

Ia menambahkan bahwa rotasi tidak boleh digunakan sebagai alasan pembinaan semata. Bukan sebagai rotasi untuk pembinaan, melainkan untuk mengisi jabatan yang kosong.

Kalau dilihat dari peraturan tersebut, sudah jelas bahwa ini tidak boleh diadakan,” ujar dia.

Lebih lanjut, Tholhah menyoroti prosedur administratif terkait pemberian sanksi atau surat peringatan (SP). Ia menyebutkan bahwa pemberian SP.1 atau SP.2 memiliki batas waktu, yaitu 16 hari kerja.

“Ya, kalaupun pak kuwu memberikan SP.1 atau SP.2, itu boleh-boleh saja. Akan tetapi itu juga harus ada persetujuan dari kedua belah pihak,” imbuhnya.

Tholhah menegaskan bahwa pihaknya akan mendampingi Asep Syaefurrochman dalam menghadapi polemik ini.

“Kami berdiri pada aturan yang berlaku. Menurut kami, rotasi ini tidak sah berdasarkan Permendagri Nomor 67. Ini bukan pembinaan, dan kami akan membantu Kang Asep. Kami anggap ini sebagai ilmu yang bermanfaat,” tegasnya.

Ia juga melihat kasus ini sebagai pembelajaran bagi pemerintah desa lain yang mungkin belum memahami regulasi secara mendalam.

“Mungkin ada pihak di pemerintahan yang belum tahu aturan ini, dan kasus ini jadi contoh nyata,” pungkasnya.

Polemik ini mencerminkan betapa pentingnya pemahaman dan penerapan regulasi yang benar dalam tata kelola pemerintahan desa. Rotasi jabatan yang tidak sesuai aturan tidak hanya berpotensi menimbulkan konflik internal, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas pelayanan kepada masyarakat.

Diketahui, hingga kini berita diterbitkan belum ada klarifikasi resmi dari pihak Pemerintah Desa Muntur terkait dasar keputusan rotasi tersebut, sehingga kisruh ini masih menyisakan banyak pertanyaan yang menunggu jawaban.(Nono)

Pos terkait