Medan // Mediahumaspolri.com
Masyarakat Meminta Kapolda Sumut segera menindak tegas oknum pemerintahan yang diduga terlibat praktik Jaringan Mafia Tanah Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat 02/6/2023.
Salah seorang warga, Andiko mengatakan, beberapa waktu lalu dirinya menghubungi Sekdes Helvetia Komarudin untuk duduk bersama guna mencari solusi terkait masalah sengketa tanah yang dialami ibu Merawati.
Sengketa tanah ini terjadi akibat ulah Sekdes Helvetia Komarudin yang diduga menyalahgunakan jabatannya dengan modus sebagai Plt Kades Helvetia dan menandatangani surat penguasaan fisik yang diminta warga tanpa sepengetahuan Kepala Desa Helvetia Agus Sailin.
“Akibat ulah Sekdes Komarudin menandatangani surat penguasaan fisik, sebagian tanah ibu Merawati seluas 973 Meter hilang”, ucap pria yang akrab disapa Diko ini.
Dalam pertemuan itu saya meminta Sekdes Komarudin bertanggungjawab dan menjadi saksi pada persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan guna membatalkan SHM diatas tanah ibu Merawati yang diduga cacat hukum penerbitannya. Namun Komarudin tidak dapat memenuhi permintaan tersebut dengan alasan dirinya berada di posisi yang terjepit.
“Maaf bang saya tidak bisa, karena saya berada di posisi yang terjepit. Namun apabila dipanggil saya akan mengatakan semuanya”, ucap Andiko menirukan perkataan Komarudin.
Hal ini pun sangat di sayangkan, karena dengan keterangan Sekdes Komarudin diharapkan dapat membuka dengan terang hal yang sebenarnya terjadi sehingga kasus sengketa tanah ibu Merawati dapat segera selesai, ujar Andiko.
“Harapan kami tidak muluk-muluk, agar majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya dan bukan berdasarkan hal-hal lain. Bukan berdasarkan pengaruh maupun intervensi dari pihak manapun. Kewibawaan peradilan ini yang memang harus kita jaga bersama-sama,” sebut Ibu Merawati.
Saya juga berharap pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) segera memanggil pihak-pihak atau oknum-oknum yang terlibat dalam memuluskan penerbitan SHM tersebut, tandas ibu Merawati.
Pada persidangan di PTUN Medan yang digelar Kamis 25/5/2023, pihak Ibu Merawati menghadirkan 2 orang saksi yang salah satunya merupakan mantan Kepala Desa Helvetia periode 2016 – 2022.
Dalam kesaksiannya, mantan Kades Helvetia Agus Sailin mengaku tidak pernah mengeluarkan surat penguasaan fisik meski sudah berulang kali diminta Rakio untuk keperluan pengurusan SHM di BPN Deli Serdang karena dirinya mengetahui jika tanah tersebut milik Ibu Merawati.
Agus Sailin juga mengetahui jika sebelumnya Rakio melakukan intervensi kepada Ibu Merawati melalui Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dan tidak dikabulkan. Rakio juga pernah di somasi dan di peringatkan agar tidak membangun rumah diatas tanah Ibu Merawati.
Agus Sailin juga menegaskan jika dirinya menjabat sebagai Kepala Desa Helvetia hingga akhir masa jabatan dan tidak ada Plt Kepala Desa Helvetia karena dirinya tidak lagi mencalonkan diri sebagai Kepala Desa Helvetia.
Mantan Kepala Desa Helvetia ini juga membeberkan jika Komarudin yang menandatangani surat penguasaan fisik yang diminta Rakio tersebut adalah Sekretaris Desa Helvetia dan merupakan PNS.
“Saya jadi heran, kenapa Komarudin berperan ganda. Padahal Komarudin sebenarnya sebagai saksi di Surat Keterangan Tanah (SKT) milik Ibu Merawati yang dikeluarkan Pemerintah Desa Helvetia dan di Registrasi Camat Labuhan Deli pada masa itu”, tandasnya.
Seperti diberritakan sebelumnya, dugaan jaringan mafia tanah yang melibatkan oknum Sekdes yang merupakan PNS di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, terus bergulir di PTUN Medan hingga saat ini.
Hingga kini masyarakat masih bertanya-tanya, atas dasar apa Sekretaris Desa Helvetia yang juga merupakan PNS menandatangani surat penguasaan fisik yang dimohonkan Rakio yang mengakibatkan hilangnya sebagian tanah ibu Merawati. Padahal saat itu Agus Sailin masih menjabat sebagai Kepala Desa Helvetia.
Selain itu, ternyata Rakio memohonkan kepada PTPN II untuk membayar rumah karyawan (aset PTPN II) dengan surat keterangan no.2.5-BS/Ket/21/II/2022 ditandatangani oleh Senior Executive Vice President PTPN II yakni Syahriadi Siregar, tanggal 18 Februari 2022, yang menerangkan bahwa Rakio telah membayar ganti rugi eks HGU PTPN II nomor 2.5-BS/BA/27/II/2022 sebesar Rp3.109.260.000,- dengan luas tanah 1.888 meter persegi dan luas bangunan 84 meter persegi.
Padahal, dari luas tanah 1.888 meter persegi yang dimohonkan Rakio, bekisar sembilan ratusan meter persegi diduga menyerobot tanah milik Merawati yang sudah berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung RI.
Anehnya, meskipun Kepala Desa Desa Helvetia masih dijabat oleh Agus Sailin, diduga tanpa sepengetahuan Agus Sailin, Sekretaris Desa Helvetia Komarudin menandatangani surat pernyataan penguasaan fisik milik Rakio.
Padahal, Komarudin juga sebagai saksi dan menandatangani surat keterangan tanah dengan nomor 592.2/0157/II/2006 tanggal 20 Februari tahun 2006 yang dikeluarkan Kepala Desa Helvetia, yang menyatakan tanah tersebut milik Merawati.
Komarudin dinilai berperan ganda turut menandatangani surat dari kedua belah pihak, yakni surat pernyataan penguasaan fisik milik Rakio dan surat keterangan tanah milik Merawati. Lain halnya dengan pernyataan Camat Labuhan Deli Edy Saputra Siregar kepada wartawan, dalam konferensi persnya Edy menjelaskan bahwasanya Komarudin menandatangani surat penguasaan fisik ketika itu sebagai Plt (Pelaksana tugas) Kepala Desa Helvetia.
Hal itu dibantah oleh eks Kepala Desa Helvetia Agus Sailin dan mengaku heran atas keterangan Camat Labuhan Deli tersebut soal Komarudin sebagai Plt Kepala Desa Helvetia.
Ketika itu, Agus Sailin masih menjabat sebagai Kepala Desa Helvetia, dan Agus Sailin kepada wartawan mengaku ketika dirinya menjabat tidak adanya Plt Kepala Desa Helvetia.
Namun, Agus Sailin mengaku mengetahui tanah itu milik Merawati setelah adanya konflik agraria di lahan tersebut.
Apakah bisa seorang Sekretaris Desa menandatangani surat pernyataan penguasaan fisik tanpa sepengetahuan Kepala Desa?
Ada apa dengan Camat Labuhan Deli yang diduga turut menandatangani surat pernyataan penguasaan fisik milik Rakio walaupun telah menyerobot tanah Merawati yang sudah adanya putusan dari Mahkamah Agung RI.
Ketika proses di PTUN Medan berlangsung, dan adanya pemanggilan dari PTUN Medan terhadap Rakio, anehnya bukan Rakio yang hadir, malah pihak Budi Kartono yang menghadiri dan pihak Budi Kartono memohon intervensi kepada PTUN Medan terkait perkara tersebut.
Kondisi ini membutuhkan keseriusan pemerintah dan aparat penegak hukum bagaimana mengusut tuntas praktik mafia tanah di Sumatera Utara khususnya di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli.
Selain itu, publik juga berharap pihak PTUN Medan profesional dalam menangani perkara ini. Harapannya, pemberantasan mafia tanah di daerah tersebut agar cepat terungkap dan pelaku yang terlibat segera tertangkap.
Berikut dokumen-dokumen yang berhasil dihimpun dari ibu Merawati yang dapat dipercaya. Riwayat tanah milik Merawati tersebut berdasarkan :
1. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara nomor 570-34/I/91 tanggal 3 Januari 1991, lahan di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli (tanah yang dimaksud) tidak termasuk dalam areal HGU PT Perkebunan IX yang saat ini disebut dengan nama PTPN II.
2. Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara (Gubernur Sumatera Utara) nomor 593/12187 tanggal 11 Mei 1991, menegaskan kembali bahwa areal di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli itu tidak termasuk dalam sertifikat HGU, dan permohonan untuk membangun rumah karyawan PT Perkebunan IX (yang saat ini disebut dengan nama PTPN II) diatas tanah tersebut tidak dikabulkan.
3. Surat Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang tanggal 23 September 1989, yang menerangkan bahwa areal yang dimaksud tidak termasuk di dalam areal PT Perkebunan IX (yang saat ini disebut dengan nama PTPN II).
4. Surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang (Bupati Deli Serdang) tertanggal 29 Maret 1995, yang menerangkan tanah bekisar 5600 meter persegi tersebut adalah kepunyaan Merawati.
5. Putusan PTUN No.86/G/2000/TUN-MDN tanggal 29 Mei 2001.
6. Putusan Mahkamah Agung RI Reg.No.139 K/TUN/2002 tanggal 21 April 2004 jo. Putusan Pengadilan Tinggi TUN-Medan no.76/BDG.G.MDN/PT.TUN-MDN/2001 tanggal 19 September 2001.
7. Surat Keterangan Tanah No.592.2/0157/II/2006 tanggal 20 Februari 2006 yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, yang diregistrasi Camat Labuhan Deli no.21/SK-LD/1991 tanggal 7 Maret 1991.
8. Perintah Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) dari PTUN Reg. No.W2.D.AT.04.10-246/2005 tanggal 12 September 2005.
9. Putusan Perdata Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.14/Pdt.G/2006/PN-LP tanggal 8 Januari 2007.
10. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.115/PDT/2008/PT.MDN tanggal 09 Juni 2008.
11., Putusan Mahkamah Agung RI No.537 K/PDT/2011 tanggal 14 September 2011.
12. Penolakan intervensi terhadap Rakio Cs berdasarkan putusan Sela dari Pengadilan Negeri Lubuk Pakam nomor : 14/Pdt.G/Int/2006/PN-LP.
Berdasarkan hal itu, sudah jelas tanah bekisar 5600 meter persegi di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, milik Merawati yang telah berkekuatan hukum tetap, dan tidak termasuk dalam areal PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II yang dulu disebut dengan PT Perkebunan IX. (Marg)