STOP PENJUALAN LKS dan BAJU SERAGAM DI SEKOLAH

STOP PENJUALAN LKS dan BAJU SERAGAM DI SEKOLAH

Media Humas Polri|| Jabar

Bacaan Lainnya

Maraknya penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah-sekolah SD/SMP di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Subang pada tahun ajaran baru atau awal semester tahun ini belakangan menjadi sorotan sejumlah pihak  dugaan penjualan puluhan ribu buku LKS di sekolah dinilai memberatkan dan sangat meresahkan orang tua siswa, sementara

Harga jual buku LKS atau modul tersebut beragam, tingkatan SMP misalnya dijual kisaran Rp.220.000,- hingga Rp.250.000,- untuk 11 paket modul (LKS), tidak saja untuk kelas V11  akan tetapi kelas V111 dan kelas 1X (untuk tingkatan SMP) diwajibkan untuk membeli LKS, untuk tingkatan SD paket buku LKS/modul dijual.kisaran kurang lebih Rp. 200,000 / paket,  Sementara modus penjualannya melalui Koperasi Sekolah, tidak saja LKS yang meresahkan orang tua pada saat tahun ajaran baru sekarang ini akan tetapi seragam sekolah, pakaian olah raga dan sejenis nya pun turut memberatkan orang tua khusus nya bagi orang tua yang anak nya baru masuk sekolah atau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Menyikapi maraknya penjualan LKS dan seragam sekolah di berbagai daerah Ombudsmen RI pun angkat bicara Aria Wiguna Ketua Ombudsmen RI mengatakan berdasarkan peraturan pemerintah No 17 Th 2010 baik pendidikan/sekolah, tenaga pendidik,dewan pendidikan, komite sekolah  dilarang menjual pakaian seragam dan sejenis nya bahkan sekolah wajib menyediakan seragam bagi siswa yang tidak mampu, Ombudsmen juga membuka pengaduan masyarakat apabila terdapat sekolah yang melanggar aturan melalui www.Ombudsman.go.Id telepon 137 atau 0800.1.137.137 atau WhatsApp Ombudsman 0821 373 737.

Sementara ditempat lain Yaya Sudarya selaku ketua Lembaga Peduli Pendidikan (LPP) Kab Subang memaparkan  Kementrian pendidikan telah menerbitkan regulasi baru tentang pengadaan buku pelajaran yang direkomendasikan bagi sekolah. Sedangkan penggunaan lembar Kerja Siswa (LKS) tidak diperbolehkan lagi seperti tertuang di Permendikbud No.8 tahun 2016.

“  LKS tidak diperlukan lagi, karena seharusnya latihan-latihan itu dibuat sendiri oleh guru. Sebab dalam kurikulum baru tidak ada lagi LKS. Kalau ada, itu kesalahan dan harus dihentikan. Penggunaan buku LKS tentu akan mengubah filosofi cara belajar siswa aktif menjadi pasif, sehingga sistim pembelajaran yang harusnya mengutamakan diskusi antar guru dan teman di kelas tidak berjalan dengan baik ”  jual beli buku LKS di lingkungan sekolah itu dilarang, sesuai PP No.17 tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dimana Psl 181 disebutkan “Pendidik dan tenaga kependidikan baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, dan pakaian seragam di tingkat satuan pendidikan”.

yang diperbolehkan adalah LKS itu dibuat oleh guru atau melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) terkait untuk tingkat SLTP dan Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk SD.

Kemudian dalam regulasinya dana BOS juga dapat dimanfaatkan untuk membuat LKS guna menunjang aktivitas belajar siswa, sehingga siswa sama sekali tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun terkait LKS itu,” tandasnya.

Larangan jual beli LKS itu juga mengacu pada Permendiknas No.2 tahun 2008, tentang Buku Jo Psl 11, Permendikbud RI No.75 tahun 2016, tentang Komite Sekolah Jo Psl 198 sangat jelas melarang buku LKS, sehingga tidak ada alasan bagi sekolah untuk menggunakan buku LKS serta Surat Edaran No.303/420.DP/TK.SD/2012.

Larangan itu tak hanya berhenti pada guru, karyawan dan komite sekolah, tetapi berlaku juga bagi Koperasi yang berada di lingkungan sekolah. Kecuali jika koperasi itu memang dikelola secara independen atau tanpa ada keterlibatan guru, karyawan dan komite sekolah. Itupun  harus disertakan keterangan bahwa siswa tidak diwajibkan untuk membeli.

Larangan menjual.LKS juga diperkuat oleh Permendikbud No.75 Th 2020,  bahwa komite sekolah dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam disekolah.

menurut nya dari tahun ke tahun khususnya di kab.subang beberapa kepala dinas pendidikan sudah berganti tapi tidak satupun kepala dinas pendidikan yang sanggup menghentikan penjualan LKS dan seragam disekolah,  padahal dari segi aturan kepala dinas tentunya sangat tahu betul bahwa penjualan LKS dan seragam sekolah  itu dilarang disekolah tapi dugaan saya tidak saja kepala dinas tapi jajaran dibawahnya juga tau sekolah mana saja yang menjual LKS dan seragam disekolah nya, untuk tahun ini kita sama-sama untuk menyikapi penjualan LKS dan seragam ini karena sudah sangat meresahkan orang tua siswa,  bagi sekolah yang menjual LKS dan seragam sekolah kita akan laporkan langsung ke saber pungli karena menurut kami pungutan atau penjualan apapun yang tidak disertai payung hukum yang jelas termasuk katagori PUNGLI, bahkan kami dari LPP akan menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk menyikapi hal ini agar laporan kami dikawal sampai tuntas, lebih dari itu kita berencana untk mengundang para ketua komite akan kami ajak diskusi agar sama-sama  mengingatkan sekolah untuk tidak lagi menjual LKS dan seragam sekolah, terkait hal ini  kami pun akan memberikan masukan ke Pj Bupati dan melaporkan sekolah yang menjual LKS dan seragam sekolah agar kepala sekolah nya diberikan sangsi tidak saja di mutasi akan tetapi dicopot jabatan nya sebagai kepala sekolah, dan kami juga akan mengusulkan ke Pj Bupati untuk memasang sepanduk pengaduan penjualan LKS dan Baju seragam sekolah ditiap sekolah minimal memasang sepanduk di Dinas pendidikan dengan No.Telepon / No.Whatsapp nya langsung diterima oleh Pj.Bupati, hal ini harus ada ketegasan dari Pj Bupati dan mudah-mudahan Pj Bupati mendengar keresahan yang sekarang dirasakan oleh orang tua siswa  apalagi diakhir masa jabatan tentu para orang tua siswa berharap Pj Bupati dapat mengeluarkan kebijakan yang tegas, yang langsung dirasakan oleh masyarakat banyak,  lanjut Yaya Subang harus mencontoh Kab. Purwakarta  pada saat Dedi Mulyadi menjadi Bupati Purwakarta sangsi yang  diterapkan oleh Bupati saat itu sekolah yang menjual LKS sangsinya adalah pemecatan ketegasan seperti itu sebetul nya yang diharapkan oleh masyarakat bukan hanya sekedar himbauan,  hal serupa saat ini diikuti oleh Walikota Bogor yang terlebih dahulu sudah memasang sepanduk pengaduan masyarakat tentang penjualan LKS dan seragam sekolah  yang sangat meresahkan orang tua, tutur Yaya.

tanggapan serupa pun diungkapkan oleh Rahmat sekjen Laskar NKRI Kab.subang  ini masalah klasik dan sudah berjalan selama bertahun tahun tiap ajaran siswa baru, pasti masalah ini selalu muncul apalagi LKS datang nya kan tiap semester,  siswa wajib beli, bahasa halus nya dianjurkan beli tidak ada paksaan yang tidak mampu akan dikasih gratis dan ini merupakan tambahan ajar  itu juga kan yang selalu menjadi alasan klasik  se – olah-olah melegalkan padahal  mereka lebih paham aturan tapi tetap saja dilanggar tapi untuk tahun ini tidak saja di kab Subang tapi dibeberapa kabupaten dan propinsi juga sudah banyak orang tua siswa yang berani lapor bahkan melakukan unjuk rasa, saya berharap untuk tidak menimbulkan gejolak  yang lebih besar khususnya di kab Subang harus ada ketegasan dr pimpinan tertinggi dalam hal ini Bupati, harus ada instruksi pelarangan dan sangsi bagi kep.sekolah yang melanggar aturan  dan saya yakin kalau ada ketegasan dari Bupati tidak akan ada gejolak dan akan disambut baik oleh masyarakat khususnya para orang tua siswa, saya dari selaku Sekjen LSM Laskar NKRI sangat mengapresiasi  seandainya Pj.Bupati dengan tegas membuat edaran pelarang penjualan Buku LKS dan seragam di sekolah walaupun kedok nya melalui koprasi sekolah.

Kepala Disdikbud kabupaten Subang Tatang Komara,S.Pd.,M.Si, Kabid SMP dan Kabid SD ketika akan ditemui terkait hal tsb Senin, (29/07/2024) sedang tdk ada ditempat. (Saripudin/RK)

Pos terkait