Blitar – Mediahumaspolri.com – Tambang Galian C yang rata – rata diduga Bodong atau tak berijin di sepanjang sungai Kaliputih Desa Sumber Agung Kecamatan Gandusari dan Desa Slorok Kecamatan Garum Kabupaten. Blitar mulai beroperasi kembali ,terkesan adanya Pembiaran dan tidak tersentuh oleh Hukum.
Salah satu contoh tambang milik( Kiwit) yang diduga punya hubungan kerabat dengan orang nomer satu di Desa Sumber agung. Walau sudah berkali kali di tertibkan tapi masih tetap kembali beroperasi. Diduga ada Conspirasi dan Konsorsium terselubung sehingga mereka dengan leluasa bisa tetap eksis beroperasi , terbukti tambang milik Kiwit masih leluasa buka dan di pasang portal bertuliskan wartawan dan orang tidak di kenal di larang masuk serta di jaga oleh sejumlah Preman .
Apalagi di saat musim kemarau ,warga juga mengeluh terkait dampak debu yang di timbulkan dari lalu lalang kendaraan pengangkut pasir dan batu apalagi di masa pandemi seperti ini dampak nya langsung dirasakan warga karena mengakibatkan penyakit ISPA ( inpeksi saluran pernapasan atas)
“Saat ini masih berlangsung PPKM untuk memutus perkembangan virus Corona , warga sebetul nya mengeluh mas , ” tutur parno bukan nama sebenar nya( red) warga sekitar .Senin (05/07/2021)
Parno menambahkan ” ini musim kemarau mas belum lagi kalau musim penghujan setiap saat bencana bisa terjadi akibat galian galian C ilegal tersebut dapat berpotensi bencana Banjir dan tanah longsor.apalagi para pengusaha nakal ini buka di malam hari untuk mengelabuhi dan mengecoh APH( Aparat penegak hukum ) dan diduga gerakan menambang di malam hari para penambang mekanik menggunakan alat berat terkesan teroganisir gerakannya sedangkan dari pihak aparat penegak hukum jelas melarang kegiatan ilegal tersebut tanpa mengindahkan Himbauan dari aparat penegak hukum setempat dan terkesan menantang dan meremehkan sedangkan Himbauan sudah jelas akan tetapi mereka tetap mencari celah. Untuk mengelabuhi aparat penegak hukum setempat untuk memuluskan aksi nya
Tambang- tambang ilegal yang menggunakan alat berat atau Excavator yang terletak di Perbatasan antara dua Desa dan Dua Kecamatan itu. Antara Desa Sumber Agung Kecamatan Gandusari dan Dusun Menjangan Kalung Desa Slorok Kecamatan Garum Kabupaten Blitar ini Seakan para pengusaha tambang tanpa memikirkan dampak resiko jangka panjang yang di timbulkan sangat lah besar selain Rusak nya Ekosistem alam di sekitar sungai yang dapat mengakibat kan bencana kapan saja mengingat rata- rata yang di gali di tepian pinggiran Kali putih yang juga merupakan salah satu jalan lahar dingin bila turun sewaktu-waktu Tanpa memperhatikan keselamatan para pekerjanya .juga
Dan Menurut aturan perundangan undangan yang ada. Serta ketentuan yang berlaku kegiatan penambangan ilegal yang sudah di atur di dalam undang-undang no 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan Batubara tahun 2009
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Beredar rumor harga pasir per rit Rp 600 ribu rupiah volume per hari mencapai 100 sampai 150 rit pasir dari situ mari kita simpulkan berapa kerugian yang harus di tanggung negara akibat ulah para penambang penambang nakal yang nota Bene selalu lincah dan licin dalam memuluskan aksi nya
ini menambah sisi kelam dan karut-marut banyaknya tambang tambang ilegal dan liar Oleh karena itu sudah menjadi tugas dari aparat penegak hukum setempat dan juga dinas-dinas terkait khususnya Satpol PP Kabupaten Blitar sebagai garda terdepan penegak Perda di Kabupaten Blitar untuk menertibkan dan menghentikan kegiatan penambangan ilegal tersebut.
Terpisah Dosen Fakultas Hukum Ubhara Dr Bagus TeguhSantoso,SH,MH,CLA Ahli Hukum Administrative Penal Law dalam Disertasinya yang membahas tentang Pertambangan Minerba berpendapat, bahwa PETI (Penambangan Tanpa Izin) adalah ‘The Tragedy of common’ sebagai suatu kejahatan (tindak pidana khusus) yang menjadi musuh bersama, karena memberikan dampak terhadap kerusakan alam dan pencemaran lingkungan hidup walaupun manual ataupun menggunakan alat berat.
Doktor lulusan Unair yang Cum Laude ini menuturkan bahwa PETI (Penambang Tanpa Izin) dilakukan tanpa dasar izin yang sah, karena sejatinya fungsi Izin Usaha pertambangan IUP/IPR merupakan sarana kontrol bagi Negara melalui Pemerintah untuk mengendalikan segala kegiatan warganya,sehingga selain sebagai income Negara melalui PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak),fungsi perizinan berorientasi sebagai sarana pengendali/kontrol bagi pemerintah.
“Namun demikian bagi warga yang Tidak taat hukum dan berfikir secara pragmatis, seringkali menggunakan cara-cara short cut untuk mewujudkan keuntungan yang sebesar-besarnya termasuk melakukan kegiatan Penambangan Tanpa Izin yang sah, karena selain perizinan yang sah tidak mudah didapatkan. Terdapat sentralisasi perizinan di bidang pertambangan yang berada di pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM, sehingga Pemerintah Daerah hanya sebagai pemberi rekomendasi dalam proses perizinan pertambangan, karena sejak adanya UU No.4 tahun 2009 Jo UU No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pemerintah Daerah tidak lagi memiliki kewenangan untuk menertibkan Izin Usaha Pertambangan,” pungkasnya Dan Oleh Karena itu Masyarakat Berharap Kepada aparat Penegak hukum Setempat. Untuk menghentikan dan menutup Segala Kegiatan Illegal Mining Di sepanjang Kali. Putih. Karena. Bila tidak ada tindakan yang nyata Dari aparat penegak Hukum Yang sekaligus. Pemangku Wilayah hukum Setempat. Mencegah Beredar Rumor dan Sudut Pandang Miring. Di Masyarakat Luas “Terkesan” Terjadi nya Pembiaran. Dan. Dugaan Tidak pernah Tersentuh Oleh Hukum .***(BS) . Bersambung