Tanah milik Pemda Lembata di Beli Dari Uang Masyarakat, Warga Kompleks Pasar Wairiang Tuntut Pemda Tepat Janji
Lembata, Media Humas Polri.Com
Pasar Wairiang merupakan salah satu pasar paling ramai pengunjung yang terletak di desa Umaleu, Kecamatan Buyasuri, Kabupaten Lembata, dimana penghuninya adalah orang dari Sulawesi ( Wakatobi), Adonara dan Ile ape.
Naskah sejarah yang dihimpun melalui Media Humas Polri, bahwa, Dari penuturan sejarah nenek moyang dari suku suku di atas mereka datang pada mulanya menggunakan kendaraan berupa perahu layar dan mendayung sampan dengan misi berdagang. Tentu seiring dengan perjalanan waktu mereka harus hidup menetap bersama masyarakat pribumi ( Kedang) di kompleks tersebut dan berpenduduk di Desa Umaleu,Kecamatan Buyasuri, Kabupaten Flores Timur sebelum otonomi daerah kabupaten Lembata dengan ibukotanya Wairiang.
Pasar Wairiang juga merupakan tempat yang paling strategis dari perekonomian karena merupakan poros pedalaman dan pesisir di wilayah Kecamatan Buyasuri juga kecamatan pantar Kabupaten Alor.
Untuk mendapatkan hak milik tempat tinggal di kompleks pasar Wairiang tidaklah di dapat dari hadiah cuma cuma, akan tetapi melalui transaksi jual beli yang di buktikan dengan dokumen kepemilikan.
Hasil investigasi Wartawan Media Humas Polri bahwa ;
Pada tahun 1986 camat Buyasuri Drs. Noubertus Touran bertindak atas nama Bupati Flores Timur bersama 26 warga masyarakat penghuni kompleks pasar Wairiang membayar ganti rugi tanaman dan tanah pada kompleks pasar kepada hak milik, atas nama Langgar Boli sebesar 4.223.450 dengan rincian sebagai berikut ; Tanggungan dari pemerintah daerah tingkat II Flores Timur sebesar 223.111.725 dan warga penghuni pasar Wairiang sebesar 2.111.725.
Selain itu, masyarakat juga menyerahkan uang tambahan biaya ganti rugi tanah pasar Wairiang kepada hak milik,Langgar Boli sebesar 1.888.325.
Selanjutnya di tahun 2006 Camat Buyasuri, Yosep amuntoda menghendaki masyarakat kompleks pasar wairiang sebanyak 26 orang untuk membeli lagi tanah milik Muhamad Yati Sarabiti untuk menjadi ase Pemda Lembata yang terletak di desa kaohua kecamatan Buyasuri.
Kemudian di tahun 2007 masyarakat penghuni kompleks pasar Wairiang yang diwakili oleh H. Muhamad H.Ahmmad (selaku pihak I) mengizinkan tanah mereka di desa kaohua tersebut untuk pembangunan kantor dan asrama Polsek Buyasuri dan Kantor Kecamatan Buyasuri yang di wakili oleh sekcam Yohanes Tifaona A.Md ( bertindak atas nama pemerintah selaku pihak ke II) kedua belah pihak telah menandatangani surat pernyataan dengan jaminan bahwa akan memberikan rekomendasi terhadap status tanah kompleks pasar Wairiang, dimana fakta diatas Benar benar sesuai dokumen bahwa Camat Yoseph amuntoda menghendaki dan menginistif agar 26 warga masyarakat kompleks pasar Wairiang membeli tanah di desa kaohua untuk aset Pemda. olehnya itu, karena kepemilikan tanah di kompleks pasar Wairiang bukan milik Pemda semata tetapi merupakan milik bersama.
Dengan demikian maka tanah Pemda sudah di berpindah ke Desa kaohua ( yang sekarang di bangun Polsek buyasuri dan asrama) sedangkan tanah Wairiang merupakan milik 26 orang masyarakat penghuni kompleks pasar Wairiang sampai dengan Sekretaris Camat Buyasuri, Yohanes Tifaona dimutasikan tidak ada tindak lanjut sampai dengan pemerintah sekarang ini.
Kebijakan Pemda tersebut masyarakat kompleks pasar Wairiang dan kepolisian Resor Lembata menjadi korban terbukti sampai dengan hari ini status kepemilikan tanah kompleks pasar Wairiang dan tanah Polsek buyasuri belum disertifikasi sehingga berdampak pada bantuan pembangunan perumahan Polsek buyasuri dibatalkan karena tanah belum memiliki sertifikat.
Puluhan warga penghuni pasar Wairiang meminta penjabat bupati Lembata segera memperhatikan mereka selaku korban,
Permintaan dari masyarakat agar tanah khusus rumah tempat tinggal mereka saja dan tanah kantor Polsek buyasuri di sertifikat. agar tidak terkesan Pemda tidak di nilai pungli dan membohongi masyarakat dengan polisi. Ungkap Puluhan warga ketika di konfirmasi Media pada Rabu (1/2/2023)
Jurnalis : Ahmad