Tujuh Ketua DPD PSI di Aceh Dinonaktifkan Tiba-Tiba Memicu Pertanyaan Besar

Tujuh Ketua DPD PSI di Aceh Dinonaktifkan Tiba-Tiba Memicu Pertanyaan Besar

Media Humas Polri|| Aceh

Bacaan Lainnya

Ketegangan mencuat di internal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Aceh setelah tujuh ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dari tujuh kabupaten di Aceh dinonaktifkan secara mendadak pada malam hari, tepatnya pada pukul 23.26 WIB. Keputusan yang mengejutkan ini diambil oleh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Aceh, Zulkarnain, melalui Sekretaris DPW, Alqodri.

Tujuh kabupaten yang terdampak oleh keputusan ini adalah Aceh Tamiang, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Sabang, dan Aceh Utara. Para ketua DPD yang dinonaktifkan merasa tidak diayomi dan mempertanyakan dasar dari keputusan yang diambil secara sepihak tanpa adanya somasi atau surat peringatan sebelumnya.

Ketua DPD PSI Aceh Tamiang, Zulsyafri, yang juga merupakan seorang purnawirawan TNI, menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan tersebut. Selama ini, ia dan jajaran DPD lainnya telah bekerja keras membangun kolaborasi dengan organisasi masyarakat seperti PUJAKESUMA dan PEPABRI di wilayahnya, serta menjaga hubungan yang harmonis di tingkat lokal. Namun, tindakan nonaktifkan ini dianggap mencederai semangat kebersamaan yang telah terjalin.

“Kami tidak pernah diberikan peringatan sebelumnya, tiba-tiba kami dinonaktifkan di tengah malam. Apakah tidak ada waktu lain yang lebih baik untuk mengkomunikasikan hal ini? Apakah kami tidak berhak mendapatkan penjelasan yang jelas terlebih dahulu?” ujar Zulsyafri dengan nada kecewa.

Hingga saat ini, pihak DPW PSI Aceh belum memberikan penjelasan resmi kepada para ketua DPD yang dinonaktifkan. Keputusan ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai apa yang sebenarnya terjadi di internal partai, dan apakah ada kepentingan tertentu yang mendorong tindakan ini.

Para ketua DPD yang dinonaktifkan mengharapkan agar Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI dan Dewan Pertimbangan Partai segera turun tangan untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Mereka menegaskan bahwa jika memang mereka akan dipecat, seharusnya ada SK pemberhentian yang dikeluarkan secara resmi, mengingat mereka memiliki SK pengangkatan yang sah dari DPP PSI, sesuai dengan aturan yang berlaku dan telah didaftarkan ke Kesbangpol.

“Kami berharap DPP PSI bisa menengahi masalah ini dan mengambil langkah bijaksana untuk menjaga soliditas partai. PSI adalah partai yang menjunjung tinggi demokrasi dan transparansi, dan kami berharap prinsip-prinsip ini tetap dipertahankan,” pungkas Zulsyafri.

Situasi ini menjadi ujian besar bagi PSI di Aceh, terutama menjelang pemilihan umum yang semakin dekat. Bagaimana partai ini menangani konflik internal akan menjadi penentu bagi masa depan PSI di provinsi yang memiliki dinamika politik tersendiri ini.(Ns)

Pos terkait