Media Humas Polri || SUKOHARJO
Sejumlah warga mengeluhkan polisi udara dari industri pengolahan tahu di Dukuh Turiharjo RT 003/RW 005 Madegondo, Grogol, Sukoharjo yang bersebelahan dengan Dukuh Bacem RT 001/RW 001 Langenharjo, Grogol, Sukoharjo.
Diduga pengusaha tahu tersebut tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sendiri sehingga menimbulkan bau tak sedap dari pembuangan limbah ke sungai yang tercium setiap hari sejak puluhan tahun lalu. Bahkan air sungai yang membelah dua desa, yakni Madegondo dan Langenharjo itu kini tersumbat.
Hal itu diungkapkan warga dukuh Bacem RT 001/RW 001, Langenharjo, Grogol, Sukoharjo, Hartini Warsino (78) yang memiliki usaha indekos di dekat pabrik tahu tersebut.
“Limbah berupa serbuk bekas pembakaran pengolahan tahu dibuang begitu saja di aliran sungai hingga menumpuk yang akhirnya menyumbat arus air yang bermuara ke Bengawan Solo. Bahkan sungainya dulu sekitar enam meter, sekarang satu meter saja tidak ada,” keluh Hartini saat dijumpai di rumahnya pada Selasa (06/062023).
Selain bau tak sedap, sebagian bangunan pabrik tahu tersebut diduga berdiri di sempadan sungai yang telah menyempit tersebut. Tak hanya itu, Hartini juga mengeluhkan terkait suara bising mesin diesel saat operasional pabrik berlangsung sejak pukul 07.00-19.00 WIB.
Hartini mengaku pernah melapor ke Ketua RT sejak lama pada periode sebelumnya hingga melapor ke Pemerintah Desa Madegondo. Namun laporan tersebut menurutnya kurang mendapat respon baik. Terbukti, pabrik tahu masih terus beroperasi sampai sekarang.
Kini Hartini juga telah jenuh melakukan protes namun jika tak tertangani bau limbah tersebut akan mengganggu kesehatan warga.
Penyewa kamar indekos milik Hartini yang memiliki kamar dekat pembuangan limbah, Surono (36), mengaku pernah menyampaikan protes ke Kades Madegondo yang juga telah diteruskan melalui surat ke dinas terkait.
Protes itu disampaikan sebab dulunya cerobong asap yang digunakan pabrik tersebut juga cukup rendah. Hal tersebut selain menimbulkan bau tak sedap juga membahayakan bagi warga lain yang menghirup asap pembakaran.
Semenjak protesnya itu, cerobong asap pabrik tersebut kemudian ditambah dengan tinggi 1,5 meter.
“Janjinya akan meninggikan hingga 5 meter saat itu, katanya menunggu bangunan keras. Namun ternyata setelah bangunan jadi, ya tidak ditambah lagi. Hanya 1,5 meter itu, bau limbah semakin menjadi-jadi,” cerita Surono.
Dengan kapasitas produksi cukup besar, Surono mengatakan pernah menyampaikan ke aparat penegak hukum guna mencari solusi. Hingga ia merasa putus asa, dan akhirnya melaporkan keluhnya itu ke Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI.
Sementara itu, Ketua LAPAAN RI, BRM Kusumo Putro, mengaku mendapat laporan dari warga terkait pabrik tahu tersebut. Menurutnya tindakan tersebut merupakan sebuah pelanggaran Undang-Undang Lingkungan Hidup sekaligus melanggar hak warga untuk hidup dilingkungan yang sehat.
Oleh karenanya, sejumlah langkah akan dilakukan agar warga mendapat keadilan. Diantaranya bersurat ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Satpol PP, Camat, dan Pemerintah Desa.
“Bila nanti dalam kajian kami ternyata ditemukan unsur pidananya, maka langkah hukum juga akan kami lakukan. Pelaku dapat dijerat UURI Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup,”sebutnya.
Adapun jerat tindak pidana dalam UURI itu, tercantum pada pasal 98 ayat (1) Tentang baku mutu udara, air, atau kerusakan lingkungan, ancamannya pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
Kemudian pada ayat (2) jika perbuatan pelanggaran UURI tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut menyebabkan bahaya kesehatan bagi manusia maka terancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun. Juga didenda paling sedikit Rp4 miliar, dan paling banyak Rp12 miliar.
Ancaman pidananya makin berat jika perbuatan pelanggaran lingkungan hidup tersebut mengakibatkan orang terluka atau mati. Selain dipenjara, juga terancam denda maksimal hingga Rp15 miliar. (Jian)