YP2MI NTB SEBUT APJATI LAKUKAN MONOPOLI SPSK PEREKRUTAN CALON TKI KE TIMUR TENGAH

Yayasan Pemerhati Pekerja Migran Indonesia (YP2MI) Nusa Tenggara Barat (NTB) memastikan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) telah melakukan monopoli terhadap Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) calon pekerja migran ke Timur Tengah.

SPSK merupakan mekanisme penempatan PMI yang difasilitasi menggunakan platform digital dan terintegrasi antara sistem ketenagakerjaan milik Pemerintah Indonesia dan sistem ketenagakerjaan milik pemerintah Arab Saudi.

Bacaan Lainnya

YP2MI NTB menilai APJATI sejatinya merupakan paguyuban, organisasi, komunitas yang menjadi payung hukum Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).

Muhammad Sarki YP2MI NTB kepada mhp menilai APJATI barangkali tergiur dengan royal fee ataupun persoalan keuangan sehingga SPSK dijalankan oleh APJATI.

“Seharusnya SPSK dijalankan oleh pemerintah. Bisa kita lihat APJATI ini memonopoli terkait persoalan dengan royal fee atau yang lebih dikenal sama temen-temen PJTKI adalah anggaran per satu TKW,” tegas Sarki di Praya kamis, (3/8/2023).

Dikatakan Sarki, pihaknya mengetahui jika dirupiahkan royal fee ini hampir mencapai Rp 55 juta per satu TKW yang dibayarkan oleh agent dan majikan yang berada di negara penempatan sehingga APJATI dinilai tergiur.

Pihaknya sangat menyayangkan saat turun ke daerah hingga saat ini APJATI hanya masih bisa menawarkan hanya Rp 12 juta per calon TKW.

Bagi Sarki, nilai tersebut sangat mustahil, tidak logis dan tidak masuk akal. Pihaknya mempertanyakan kemana kemudian royal fee yang senilai hampir Rp 55 juta tersebut.

“Pada prinsipnya sejatinya teman-teman YP2MI NTB adalah siap bahkan harus mengikuti regulasi pemerintah. Akan tetapi harus ada sinkron kebijakan yang menguntungkan kedua belah pihak,” beber Sarki

Lebih lanjut Sarki mengungkapkan, pihaknya meminta agar sistem SPSK ini dihapus atau sistem rekrutmen CPMI dikembalikan kepada PJTKI.

Hal ini karena yang memiliki deposit dan agensi adalah PJTKI dan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).

“Yang memiliki semuanya bahkan modal dan izin dari Kemnaker adalah P3MI. Oleh karena itu alangkah baiknya dikembangkan ke P3MI atau PJTKI masing-masing karena jelas pertanggungjawabannya,” tegas Sarki

Sebagai contoh, salah satu TKW misalkan bernama Aminah masuk ke PJTKI A ataupun Bmaka jelas pertanggungjawabannya.

Pertanggungjawaban yang dimaksud adalah bagaimana keadaan TKW tersebut, keberadaannya ada dimana, bagaimana majikannya dan lain sebagainya.

Sarki mengkhawatirkan jika APJATI yang mengelola sekian ratus PJTKI, maka pihaknya yakin APJATI tidak akan mampu.

Menurutnya, Akan terjadi pertanggung jawaban yang tidak jelas mengenai tidak adanya pembayaran gaji, TKI yang disiksa dan lain sebagainya.

“Siapa yang bakal bertanggung jawab sementara APJATI sama sekali tidak memiliki deposit di Kemnaker. Jadi saya sarankan agar dikembalikan ke proses yang lama saja,” beber Sarki.( mhm muh idris)

Pos terkait